Home

TAFSIR JALALAIN 1 Jumadil Akhir 1437 H/ 20 Maret 2016

Rangkuman pengajian Ahad pagi Majlis Taklim Tafsir Jalalain Tempat : musholla Al-Muhajirin, Puri Harmoni 1 Tgl          : 11 jumadil ak...

Jumat, 21 Oktober 2016

PERIHAL TATO DAN TINDIK

  Ustadz Fathuri Mumthaza:
USTADZ FATHURY AHZA MUMTHAZA
 Tato dalam bahasa Arab disebut dengan al-wasymu. Disebutkan dalam Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah, juz 11, h. 272-273 ,

bahwa al-wasymu adalah salah satu bentuk al-jirahah li ajlit tazayyun, atau melukai untuk tujuan berhias, membaguskan diri. Di mana hukum dasar dari tazayyun adalah istishab atau disukai/dianjurkan (Al-A'raf ayat 32) karena menunjukkan keindahan dan keelokan. Dan di banyak hadist Nabi maupun sahabat terbiasa untuk tampil rapi dan menyukai keindahan. Karena itulah ulama menganjurkan setiap muslim untuk berhias dalam kondisi-kondisi spesial, di antaranya ketika akan melaksanakan shalat jumat, hari raya, bertamu dan seterusnya. Berhias di sini bisa dengan memakai pakaian yang bagus (kecuali sutera untuk laki-laki) memotong kuku, menyisir rambut dan memotongnya, tampil bersih dan rapi serta memakai wewangian. Hal ini dianjurkan sepanjang tidak menimbulkan kesombongan dan keangkuhan bagi setiap individu muslim.  
Berhias untuk diri, dibagi menjadi beberapa macam, di antaranya adalah dengan:
                  
Pertama, melekatkan sesuatu, misalnya kalung , anting atau giwang dan sebagainya bagi perempuan. Kedua, dengan membersihkan, memotong atau melukai hal-hal yang ada dalam diri, misalnya memotong kuku, rambut, dst, termasuk membersihkan wajah. Tato sendiri, disebutkan dalam bagian yang terakhir ini, yaitu al-jirahah li ajlit tazayyun, bersama dengan tatsqibul udzuni (tindik telinga) dan qath'ul A'dha'i az-Zaaidah (memotong anggota yang lebih). Untuk hukum tindik telinga telah disebutkan sebelumnya, sedangkan untuk qath'ul a'dha'iz zaidah, misalnya jari tangan umumnya 5, tetapi ada orang yang dilahirkan dengan jari 6, maka menurut madzhab Hanafi dibolehkan memotong jari yang lebih itu, jika tidak menimbulkan bahaya, meski Ibnu Hajar atau Imam At-Thabrani mengharamkannya.                       
 Tato karena dimasukkan dalam kategori at-tazayyun ini, ada yang dengan argumen kebolehan berhias, maka menghukumi tato diperkenankan. Di antaranya yang mengemukakan hal ini adalah Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada 2011 lalu, dan masih bisa dilihat di website www.fatwatarjih.com. menjawab pertanyaan perihal hukum tato.
Meski demikian, kalau kita melihat dan membuka beberapa rujukan mu'tabar, di antaranya Fathul Bari, Nailul Authar, dst, maka tato dikatakan hukum dasarnya adalah haram. Dasar yang kuat digunakan adalah "لَعَنَ اللهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالنَّامِصَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللهِ "   Allah melaknat wanita-wanita yang mentato dan minta ditato, yang mencukur alis dan minta dicukur alisnya, serta yang meregangkan giginya untuk mempercantik diri, wanita-wanita yang merubah ciptaan Allah (Shahih Muslim, hadist no 1678). Hadist inipun diriwayatkan oleh Ahmad (Al-Musnad, juz 3, h. 22) dan disebut sebagai hadist shahih.                       
 Hal ini bisa dilihat di Tafsir Al-Qurthubi
, juz 5, 392 dan fathul Bari juz 10, h. 372.
Tato dijelaskan pengertiannya adalah tanda yang ada di tubuh dengan cara menusukkan jarum hingga mengeluarkan darah kemudian dicampur dengan semacam cat hingga meninggalkan warna membiru atau menghijau dari bekas tusukan jarum tersebut dengan gambar atau rupa tertentu. Di sini karena adanya darah yang tertahan di kulit, dikatakan oleh ulama menyebabkan adanya najis, bukan menghalangi sampainya air ke kulit, sehingga wudlu atau mandinya tetap sah. Oleh karena itu, ia diperintahkan untuk dihapuskan. Namun, jika menghapuskannya dengan merusak kulit kembali, maka lebih baik dicegah. Kecuali ada teknologi yang memudahkan menghilangkan tato ini tanpa merusak atau menyakiti anggota tubuh. Dan dijelaskan, misalnya di Al-Iqna, bahwa bermakmum dengan orang yang bertato tetap dihukumi sah.
Oleh karena itu, bagi yang bertato dan bertaubat, jika masih memungkinkan, usahakan dihilangkan. Tetapi jika tidak, maka bertaubatlah yang sungguh-sungguh kepada Allah dan laksanakanlah ibadah dengan mantap, tanpa ragu, dan serahkan semuanya pada keputusan Allah SWT. WaLlahu a'lam bish-shawaab...