Home

TAFSIR JALALAIN 1 Jumadil Akhir 1437 H/ 20 Maret 2016

Rangkuman pengajian Ahad pagi Majlis Taklim Tafsir Jalalain Tempat : musholla Al-Muhajirin, Puri Harmoni 1 Tgl          : 11 jumadil ak...

Kamis, 26 Mei 2016

PUASA(5)

Bismillahirrahmaanirrahiim..
RANGKUMAN PENGAJIAN ONLINE ke-13
Waktu : Rabu, 18 Sya’ban 1437 H/25 Mei 2016
Kitab Rujukan : ATTADZHIB FII ADILLATIL GHOOYATI WATAQRIB   
Tempat : Majlis Ta’lim Virtual “Tafsir Jalalain”
Nara sumber : Ustadz Fathuri Ahza Mumtaza 

USTADZ FATHURI AHZA MUMTHAZA

 TIGA HAL YANG DISUNNAHKAN DIDALAM PUASA
  
1) Menyegerakan berbuka. 
2) Mengakhirkan sahur 
3) Meninggalkan perkataan yang keji

PENJELASAN :
Menyegerakan Puasa.
Landasan dalil menyegerakan berbuka adalah sabda Nabi SAW riwayat Bukhari Muslim, "Manusia selalu dalam kebaikan selama menyegerakan berbuka." Afdholnya berbuka adalah dengan kurma, atau kalau tidak ada maka dengan air atau dengan yang manis-manis. Ada keterangan menarik sebetulnya dikatakan bahwa jika ini semua tidak ada, maka berbuka dengan jima' itu disunnahkan. Tetapi ini jika makanan atau minuman tak tersedia untuk berbuka. Karena yang terpenting adalah menyegerakan berbuka dengan sesuatu yang halal, dan jima' adalah salah satunya.
Dan disini yang utama memang adalah berbuka lebih dulu, baru kemudian shalat, setelah itu makan jika kita menginginkannya. Jadi, tidak disunnahkan shalat dulu baru berbuka, tetapi sebaliknya berbuka dulu, baru shalat maghrib. Dasarnya adalah Hadist shahih dari Ibnu Hibban "Bahwa Nabi SAW tatkala berpuasa, maka ia tidak shalat (maghrib) hingga ia makan kurma atau minum air..."
Mengakhirkan Sahur.
Dalil tentang hal ini juga sudah sangat familiar, di antaranya hadist riwayat Ibnu Hibban dikatakan bahwa "Sesungguhnya mengakhirkan sahur adalah di antara sunnah-sunnah para rasul". Artinya ini syariat Nabi-nabi sebelumnya yang memang sunnah kita ikuti. Adapun waktu terbaik akhirnya adalah jarak antara sahur dengan adzan shubuh, yaitu kira-kira seukuran membaca 50 ayat Al-Qur'an. Atau kalau kita sekarang dihitung dengan sepuluh menit (dalil keterangan ini telah kami terangkan sebelumny, yaitu hadist riwayat Bukhari dari Ibnu Malik).
Meninggalkan Perkataan tidak baik.
Hal ini didasarkan hadist shahih Bukhari dari Abu Hurairah, bahwa "Siapa saja yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan tidak baik, maka Allah tidak butuh kepada (puasa)nya, meski ia tidak makan dan minum." Artinya menggunjing, memfitnah, berbohong, mencaci orang lain atau melaknatnya, mengadu domba, bersumpah palsu, dan melihat dengan shahwat itu menggugurkan pahala puasa. Maksudnya meski puasanya sah dan tidak membuatnya wajib mengqadla, tetapi puasanya sama sekali tidak dihitung, tidak dianggap, tidak berpahala dan percuma. Dan sesungguhnya larangan perihal ini bukan hanya saat berpuasa, tetapi di luar semua itu, hal-hal ini adalah sesuatu yang dilarang.

Dan ketiga hal ini berlaku didalam puasa wajib (Ramadhan) maupun puasa sunnah. Sebab tujuan puasa, salah satunya adalah menundukkan syahwat untuk mendapatkan taqwa. Makan jangan terlalu berlebihan, minum juga demikian, apalagi makan dan minum yang mendatangkan madarat. Dan jika mengikuti standar puasa, maka jadwal makan sesungguhnya yang pas adalah dua kali dalam sehari. Demikian pula menahan syahwat batin, itu juga kewajiban. Jelas tidak ada dalil yang membolehkannya, meski ada pengecualian dalam beberapa kasus. Karena itu jika syahwat diturutkan, maka sama sekali tidak ada faidah puasa yang ia lakukan, dan dianggap seperti diet saja, yang manfaatnya untuk fisik belaka. Karena itu, bagi yang tidak mampu puasa fisik, yaitu tidak makan dan minum, maka perintah puasa batin tetap lestari setiap saat setiap waktu, dan di sinilah pahala Allah diberikan, karena keterjagaan mulut dan anggota tubuh kita yang lain dari menyakiti tetangga, teman, bahkan mungkin orang-orang yang tidak dekat dengan kita. Karena itulah puasa yang sebenarnya dipandang sebagai pondasi ibadah dan pintu-pintu qurbah atau pendekatan diri kepada Allah SWT (Bidayatul Hidayah, h. 60). Intinya, puasa dalam keseharian kita menghindari anggota tubuh kita dari segala hal yang dilarang: membahayakan diri sendiri dan orang lain, menyakiti orang lain, mencipta permusuhan satu dengan yang lain, maksiat, dan lain sebagainya, itulah puasa kita di luar puasa-puasa yang disertai dengan menahan makan dan minum. Disinilah bisa kita pahami betapa mendalamnya makna puasa
  Selanjutnya saya tutup. Terima kasih kepada Majlis Asatudz, terutama Ust. Fathuri.
 Semoga pengajian ini bermanfaat untuk kita semua. Subhanakallahumma wa bihamdika asyhadu an laailaaha illa anta, astagfiruka wa atuubu ilaika. Wassalamualaikum wr. wb.

Baca juga: PUASA

Tidak ada komentar: