Sebuah Kisah nyata tentang Seorang Marbot Masjid Atta’awun di Puncak Bogor yg bisa kita ambil hikmahnya.
Masjid Atta'awun Puncak Pass Bogor
Cerita yang mengisahkan dua orang sahabat yang terpisah cukup lama; Ahmad dan Zaenal. Ahmad pintar sekali dan Cerdas. Tapi dikisahkan kurang beruntung secara ekonomi.Sedangkan Zaenal adalah orang yang biasa-biasa saja. Namun keadaan orang tuanya lah yang mendukung karir serta masa depan Zaenal...
Setelah terpisah cukup lama..., keduanya bertemu. Bertemu di tempat yang istimewa; di tempat wudhu, koridor toilet di sebuah masjid megah dengan arsitektur yang cantik serta memiliki view pegunungan dengan kebun teh yang terhampar hijau di bawahnya.
Siapa yang tidak tahu, bagi yang biasa ke Puncak Jawa Barat, Mesjid tersebut adalah mesjid At-Ta’awun yang tepat berada di "Puncak Pass", Cisarua, Bogor.
Adalah Zaenal, sudah menjelma menjadi seorang manager kelas menengah. Necis. Perlente. Tapi tetap menjaga kesholehannya...
Ia punya kebiasaan, setiap kali ke luar kota, ia pasti sempatkan singgah di masjid di kota yang ia singgahi. Untuk memperbaharui wudhu serta bersujud syukur. Terlebih lagi apabila masih ada waktu untuk melakukan sholat sunnah, maka ia sholat sunnah terlebih dahulu...
Seperti biasa, ia tiba di Puncak Pass, Bogor. Ia mencari masjid.
Dipinggirkan mobilnya kemudian bergegas masuk ke masjid...
Di Masjid itulah ia menemukan teman lamanya, Ahmad. Ia amat kaget. Ia tahu sahabatnya ini meskipun berasal dari keluarga tidak punya tetapi pandai...
Zaenal tidaklah menyangka bila berpuluh tahun kemudian ia baru bertemu Ahmad, dan sebagai "marbot" masjid pula...!
“Maaf”, katanya menegor sang marbot. “Kamu ini Ahmad khan ? Ahmad kawan SMP saya dulu ?”.
Lalu orang yang ditegor pun tak kalah mengenali. Lalu keduanya berpelukan, lalu Ahmad berucap
“Keren sekali kamu skrg ya mas". Zaenal ini terlihat masih dalam keadaan memakai dasi. Lengan kemeja yang digulungnya untuk persiapan wudhu, menyebabkan jam tangan bermerknya terlihat oleh Ahmad. “Ah, biasa saja…”, kata Zaenal.
Zaenal pun merasa iba, Ahmad dilihatnya sedang memegang kain pel, khas seorang marbot. Celananya digulung, dan pecinya didongakkan sehingga jidatnya yang lebar terlihat dengan jelas...
“Mad... Ini kartu nama saya.....”.
Ahmad melihat, “Wah, Manager Area..., bener-bener keren !”.
“Mad, nanti habis saya sholat..., kita ngobrol-ngobrol ya...? Maaf, kalau kamu berminat, di kantor saya ada pekerjaan yang lebih baik dari hanya sekedar marbot di masjid ini. Maaf ya...Mad”.
Ahmad tersenyum, mengangguk. “Terima kasih ya mas zaenal... nanti kita ngobrol... Selesaikan saja dulu sholatmu. Saya juga masih mau bersih-bersih ini dulu... Silahkan ya... yang nyaman...”.
Sambil ia berwudhu, Zaenal tak habis pikir. Mengapa Ahmad yang pintar, kemudian harus terlempar dari kehidupan yang normal. Ya, meskipun tidak ada yang salah sama sekali dengan pekerjaannya sebagai marbot, pikirnya tidak masuk akal...
Zaenal menyesalkan kondisi dari negerinya ini yang tidak berpihak kepada orang-orang tertentu yang sebenarnya memiliki talenta dan kecerdasan, namun miskin...
Air wudhu membasahi wajahnya.
Sekali lagi... Zaenal pun melewati Ahmad yang sedang bekerja bersih-bersih. Andai saja Ahmad mengerjakan pekerjaannya ini di perkantoran, maka sebutannya bukan marbot, melainkan “office boy...”, pikirnya.
Tanpa Zaenal sadari, ada orang yang sholat juga di belakangnya. Setelah ia selesai melakukan sholatnya Zaenal sempat melirik. “Barangkali orang ini kawannya Ahmad juga...”, gumamnya.
Zaenal menyelesaikan do'anya secara singkat. Ia ingin segera bisa ngobrol dengan Ahmad untuk membantunya agar lebih terhormat dan baik pekerjaannya dari sekedar marbot.
“Pak...”, tiba2 anak muda yg tadi sholat di belakangnya menegur.
“Iya Mas...”
“Pak.., Bapak memangnya kenal dengan Bapak Insinyur Haji Ahmad…?”
“Insinyur Haji Ahmad…?”
“Ya, insinyur Haji Ahmad…”
“Insinyur H. Ahmad yg mana ?”
“Itu, yang barusan tadi ngobrol sama Bapak...".
“Oh… Ahmad… Iya. Kenal. Kawan saya dulu sewaktu kami di SMP. Memangnya sudah haji dia...???”.
“Dari dulu juga sudah haji Pak. Dari sebelum beliau bangun masjid ini..., pak !”.
Kalimatnya itu begitu amat datar, tetapi cukup menampar hatinya Zaenal. Dari dulu juga sudah haji... Dari sebelum beliau bangun masjid ini...?
Anak muda yang berbicara ini lalu menambahkan, “Pak Ahmad orang hebat Pak. Dia Tawadhu’... Saya lah yang marbot asli masjid ini. Saya karyawannya beliau. Beliau yang bangun masjid ini Pak. Di atas tanah wakafnya sendiri... Beliau biayai sendiri untuk pembangunan masjid indah ini, sebagai masjid transit bagi mereka yang mau shalat. Bapak lihat hotel indah yang di sebelah sana...? Itu semua milik beliau… Tetapi beliau lebih suka untuk menghabiskan waktunya di sini. Bahkan salah satu kesukaannya, sangat aneh, yaitu beliau suka menggantikan posisi saya ini... Karena suara saya bagus..., jadi kadang-kadang saya disuruh mengaji saja dan adzan di masjid ini...”.
Zaenal tertegun, entah apa yang ada di hati dan di pikiran Zaenal pada saat itu... Subhanallah !
Ada pelajaran berharga dari kisah pertemuan Zaenal dan Ahmad...
Jika Ahmad itu adalah kita maka mungkin saja begitu bertemu kawan lama yang sedang melihat kita membersihkan toilet, segera kita beritahukan posisi kita yang sebenarnya agar tidak salah sangka...
Dan jika kemudian kawan lama kita ini menyangka kita seorang marbot masjid, maka kita akan menyangkal, serta kemudian menjelaskan secara detail apa yang sudah kita lakukan bahwa begini dan begitulah Sehingga kawan kita menjadi tahu bahwa kita inilah pewakaf dan pendiri masjid ini.
Tapi kita bukanlah Haji Ahmad Dan Haji Ahmad bukannya kita. Semoga Haji Ahmad selamat dari riya' dan rusaknya nilai amalnya, sebab ia tetap tawadhu' dan tidak malu dengan penilaian manusia...
Haji Ahmad merasa tidak perlu menjelaskan apa-apa tapi Kemudian “Allah Azza Wa Jalla” yang memberitahukan siapa dia yang sebenarnya...
“Al-mukhlishu..., man yaktumu hasanaatihi... kamaa yaktumu sayyi-aatihi...”
(Orang-orang yang ikhlas itu adalah orang yang menyembunyikan kebaikan-kebaikannya, seperti menyembunyikan keburukan-keburukan dirinya).
[Ya’qub Rahimahullah, dalam kitab Tazkiyatun Nafs]. Tetap semangat meski dalam kesederhanaan
Semoga menjadi renungan yang bermanfaat & semua senantiasa dalam bimbingan serta lindungan “Allah Azza Wa Jalla” selamat dunia`akhirat."
Aamiin Ya ROBBAL Alamiin
“Allahumma Solli Wa Sallim ala Sayyidina Muhammad” Indahnya berbagi`
Kisah ini dikutip dari postingan Whats App bapak Wiyono.