Hukum Bersiwak disampaikan oleh : Uztadzuna Fathuri Mumthaza
Bahasan diambil dari
kitab At-Tadzhib.
Bismillahirrahmanirrahim... Fasal ketika (Bab Thaharah). Bersiwak itu disunnahkan dalam segala hal atau kondisi, kecuali setelah tergelincirnya matahari bagi yang berpuasa. Dan kesunnahan bersiwak menjadi lebih kuat lagi adalah ketika dalam tiga kondisi, yaitu 1. Ketika bau mulut telah berubah karena terlalu lama diam atau lama tidak makan atau sebab lainnya. 2. Ketika bangun tidur. 3. Ketika hendak mengerjakan shalat
[05:55, 4/6/2016] Uzt Fathuri Mumthaza: Di dalam penjelasannya Syaikh Musthafa menjelaskan, yang dimaksud siwak adalah alat yang digunakan untuk menggosok gigi. Siwak juga sebutan untuk perbuatan menggosok gigi hingga bersih dari kuning dst, tidak bau mulut lagi, dan harum. Karena itu dianggap lebih utama ketika bersiwak adalah menggunakan dahan kayu al-arok, di mana sifat dari dahan ini adalah lebih lembut dan berbau harum.



Di sini dikatakan lebih utama karena ulama sendiri tidak membatasi alat yang digunakan untuk bersiwak. Sebab dalam prakteknya Rasulullah sendiri tidak selalu menggunakan kayu arok, tetapi pernah pula menggunakan dahan kurma. Sedangkan budaya bangsa Arab waktu itu juga banyak dahan kayu lain yang digunakan untuk gosok gigi. Karena itu, bisa dilihat di Al-Majmu Syarah Al-Muhadzab Juz 1, bahwa dianjurkan bersiwak dengan kayu yang tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering, termasuk dibolehkan dengan sobekan kain yang tidak melukai mulut, khususnya gusi. Karena itu, untuk saat ini penggunaan siwak dengan sikat gigi plus pasta gigi, oleh ulama hukumnya sama dengan siwak2 yang lain. Karena kriteria siwak adalah: Membersihkan gigi dari berbagai kotoran sehingga putih bersih dan membuatnya harum, hilangnya bau-bau tak sedap dari mulut kita
Tetapi jika hanya menghilangkan bau seperti listerin atau larutan cair lainnya, maka itu sesungguhnya belum masuk kategori siwak.
Penjelasan kedua, perihal kesunahan bersiwak dalam kondisi tertentu. Ini yang saya kira sudah banyak ditinggalkan. Terutama saat hendak shalat, padahal dalilnya jelas di dalam hadist bahwa Seandainya tidak memberatkan umatku, maka akan aku perintahkan bersiwak setiap kali akan shalat. Di dalam riwayat Ahmad, "Setiap kali wudlu."
Karena itu, hukum siwak sendiri sesungguhnya ulama terbelah menjadi dua. Pertama ulama yang menyatakan hukum siwak adalah sunnah. kedua, kebanyakan ulama lain, bahkan dari madzhab Syafi'i, termasuk Dhahiri, menyatakan bahwa siwak hukumnya wajib. Karena itu, Ishaq bin Rahawih mengatakan bagi yang sengaja meninggalkan siwak saat shalat, maka batal.
Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab, juz 1, h. 327
Meskipun kemudian Imam Nawawi mengatakan bahwa pendapat di atas tidak shahih, tetapi hal ini menunjukkan bahwa bersiwak ketika mau shalat sangat-sangat disunnahkan, dan saat ini sebagian besar kita, kemungkinan sudah meninggalkannya
Karena itu untuk menguatkan hal ini, satu hadist lain lagi menyatakan, "Shalatun bisiwaakin khairun min sab'iina shalaatin bighairi siwaakin" Shalat yang dilakukan dengan bersiwak, lebih baik daripada 70 shalat tanpa siwak
Hadist ini menurut Al-Hakim dalam kitab Al-Mustadrak adalah shahih sesuai dengan kriteria dari Imam Muslim dan sudah seyogyanya menjadi perhatian kita bersama (Al-Majmu', juz 1, h. 25). Karena itu, terutama pada saat shalat dhuhur dan Ashar, di mana kita di tempat kerja, maka sebaiknya kita menyediakan pula sikat gigi untuk menjaga kebersihan mulut kita. Apalagi, dalil utama siwak sesungguhnya hadist lain lagi yaitu, As-Siwaaku mathharatun lil fami mardhatun lirabbi, "Bersiwak menyucikan mulut dan menjadikan Tuhan ridla." Ini jelas hadist shahih sebagai di dalam penjelasan kitab
At-Tadzhib di atas.
Maaf, koreksi sedikit hadist yang 70 shalat, bacanya sab'iina shalatan, bukan shalaatin
Selain di dalam shalat dikatakan bahwa kesunnahan yang sangat di dalam bersiwak ada tambahan, selain yang tiga di atas, yaitu, 4. Saat hendak wudlu 5. Saat hendak membaca Al-Qur'an. Untuk sebelum wudlu sudah disebutkan hadistnya di atas, yaitu riwayat Ahmad. Sedangkan saat menbaca Al-Qur'an disebutkan di dalam Ihya Ulumiddin, juz 2 h. 15, bahwa "Mulutmu adalah jalan Al-Qur'an, maka bersihkanlah dengan bersiwak (HR Abu Nu'aim dan Ibnu Majah). Kesunnahan yang sangat ini ini juga dikatakan oleh Imam Al-Mawardi, Imam Royani, Imam Rofii dll (
Al-Majmu, juz 1, h. 328)
Namun, di atas keterangan ini semua, sesungguhnya siwak atau gosok gigi dianjurkan, disunnahkan dalam setiap keadaan, terutama saat gigi kotor dan bau tak sedap. Tak heran jika kemudian Ibnu Abbas mengatakan bahwa Rasulullah selalu menyuruh kami bersiwak, sehingga kami menyangka telah turun wahyu mengenai perintah bersiwak itu kepada beliau (Ihya, juz 2, h. 15), Bahkan saat Rasulullah pada detik-detik akhir hendak wafat, tatkala saudara Sayyidah Aisyah, yaitu Abdurrahman bin Abu Bakar menjenguk Rasulullah dan ia membawa siwak dari dahan kurma, Rasulullah yang dikatakan sangat suka bersiwak meminta Aisyah untuk memberikannya dengan isyarat. Maka terlebih dulu Aisyah melunakkannya untuk kemudian digosok-gosokan pada gigi Rasulullah (SIrah Nabawiyah Al-Mubarakfuri, h. 619)
Setelah bersiwak Rasulullah memasukan tangannya ke dalam bejana yang ada di dekatnya, lalu mengusapkannya ke wajahnya, sambil bersabda, "Tiada Tuhan selain Allah, sesungguhnya kematian itu ada sekaratnya." Seusai bersiwak Rasulullah mengangkat tangan atau jari-jari, dan mengarahkan pandangannya ke langit-langit rumah dan kedua bibir beliau bergerak-gerak mengucapkan doa yang beliau ulang tiga kali, hingga tangan beliau tampak melemah, dan Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Manusia terbaik sepanjang masa telah berpulang pada Kekasih yang Mahatinggi.Dari kisah ini menunjukkan bahwa bersiwak adalah perbuatan utama, sehingga di dalam keterangan lain, siwak ini direndengkan dengan nikah di dalam kesunahannya.
Berkaitan dengan pertanyaan Pak Udin dari Al-Hidayah, adakah doa khusus saat bersiwak?
Di dalam kitab-kitab yang kami kutip di atas, termasuk Ihya, tidak disebutkan keterangan mengenai doa khusus saat bersiwak (tetapi doa-doa dalam setiap basuhan wudlu detail diuraikan), pun termasuk di dalam Bidatayul Hidayah, Imam Al-Ghazali yang biasanya detail menjelaskan doa-doa tertentu juga tidak menyebutkan. Memang ada doa2 yang beredar, misalnya Allhumma thahhir famii dst, tetapi ini tidak banyak disebutkan. Jadi tanpa doa itupun sudah mencukupi
Demikian, amiiin untuk doanya, dan waLlahu a'lam bish-shawaab...

Tambahan sedikit dari Uzt Zul Akbar. Bahwa ternyata meninggalkan sunnah siwak yg sudah dianggap remeh saat ini okeh kaum Muslimin ternyata dizaman sahabat menjadi penyebab tertundanya kemenangan . Dinukil dari
Arrisalatul Jami'ah
bahwa ketika kaum muslimin terlambat memperoleh kemenangan dlm perang yg berlarut padahal biasanya kamu Muslimin begitu mudah memperoleh kemenangan .. Setelah dicek ternyata ada 1 sunnah yg tertinggal yaitu sunnah bersiwak ..
Jadi 1 sunnah yg dianggap ringan saja menyebabkan tertundanya pertolongan Allah SWT .. Masya Allah
Bahkan disebutkan dlm hidayah WA nihayah tentang org yg suka mencela dan bercanda tanpa berfikir dahulu dgn berkata " demi Allah .. Saya tidak akan bersiwak kecuali di dubur .." Maka disebutkan dia menderita sakit perut dan dubur selama 9 bulan. Bahkan dia mengeluarkan dari perutnya sosok makhluq spt tikus yg pendek dan besar memiliki 4 kaki dan kepalanya sepeti kepala ikan dan dibunuhlah oleh anaknya sosok makhluq tersebut ... Akhirnya lelaki yang menghinakan siwak mengalami kematian pada hari ketiga .. Masya Allah
Bagaimana dg pendapat DR. Shalih Fauzan bahwa " bersiwak diatas gusi dan gigi dimulai dari sebelah kanan menuju sebelah kiri dan siwak dipegang dgn tangan Kiri (AL mulakhkhas AL fiqhiy hal 30 ).
Didalam teknisnya bersiwak, bisa dilihat di
Bidayatul Hidayah,
Imam Al-Ghazali menyebutkan untuk bersiwak saat akan wudlu (h. 14), selanjutnya dalam
Adabush Shalati (h. 44) beliau memulai dengan
faidza faraghta min thaharatil hadatsi wa dhaharatilkhubutsi fil badanu wats-tsiyabi wal makani.... terus takbiratul ihram. Artinya kalau wudlunya persis sbelum shalat dan bersiwak, maka tidak sangat dianjurkan bersiwak, kecuali jeda wudlu dg shalat lama, atau ketika wudlu tidak siwak. Ukurannya adalah posisi mulut bersih tatkala mau shalat.
Nah, untuk ustadz Zul itu keterangan yg sama di I'anatuth Thalibin, h. 50),
memang teknisnya adalah sebelah kanan dulu digosok gigi-gusi, baru ke kiri. Rujukannya Dr Shalih sama menurut saya.Berikut rujukannya:


Di Bughyatul Mustarysidin detail dijelaskan, dan disunnahkan siwak di tangan kanan.
Berkaitan dengan era sekarang, sebagaimana dijelaskan sebelumnya pada zaman Nabi, penggunaan alat siwak tidak seragam, ada yg dari kayu arok, kurma dst. Kayu arok disebut lebih utama karena kelebihannya, lebih lembut, harum, dan ada manfaat kesehatan lain. Karena itu sikat plus pasta, jika lembut, menghilangkan kotoran, membuat harum dst, maka lebih tepat digunakan, atau pasnya, sama keutamaannya dg kayu arok, mengingat melembutkan dahan kayu juga ga mudah, beda dg sikat gigi yg sudah didesain dengan lembut dan nyaman untuk gigi. Salah satu kriteria, selaib disebutkan di atas adalah tidak melukai. Nah alat sekarang sudah diuji coba dan kita bisa merasakannya.Tentu saja sebagaimana dijelaskan di awal hingga akhir, bahwa perintah itu pada perbuatannya, dengan tujuan membersihkan gigi, mengharumkan mulut, dan membuatnya segar terhindar dari penyakit. Karena itu ulama ada yang sampai mengurut manfaat bersiwak hingga 70 item. Di antaranya: memperlambat ketuaan, menambah kecerdasan, mempertajam penglihatan, mengurangi sakit kepala, memperlancar rizki, memperbanyak keturunan, hingga membuat rupa malaikat maut saat ajal dengan rupa yang baik. Di luar itu semua, di dalam salah satu hadist di atas, bersiwak selain membersihkan mulut, juga membuat Allah ridla.

Al-Majmu, juz 1, h. 336
Nah, tentang penggunaan kayu arok, ternyata ulama membahasnya cukup detail juga. "Disunahkan bersiwak menggunakan dahan/ranting, dan yang paling utama adalah ranting pohon Arok. Syaikh Nasr Al-Maqdisi mengatakan: Kayu Arok lebih utama dibanding yang lain, karena ada hadist dari Abu Khairah Ash-Shubahi, ia berkata: Aku berada dalam delegasi Abdul Qais, yang diutus Rasulullah, maka beliau memerintahkan untuk membawa kayu Arok dan bersabda, " Bersiwaklah dengan kayu ini." (Al-Majmu, juz 1, h. 336). Karena itu, dengan dasar keterangan ini, maka sesungguhnya keutamaan kayu Arok tetaplah lestari sebagai satu kesunahan, dan yang masih menggunakannya sejalan dengan apa yang diperintahkan oleh Rasulullah. Meski demikian, keterangan tambahan ulama menyatakan, yang utama adalah menggunakan dahan yang wangi, dan Arok adalah salah satunya. Makanya, jika ada dahan atau ranting lain yang memiliki sifat seperti Arok, atau bahkan lebih harum dan lembut, maka itu sama posisinya. Hal yang sama berlaku pada sikat dan pasta gigi.
Sedikit menambahkan teknis bersiwak dan mengoreksi apa yang dijelaskan di atas perihal doa siwak. Selain bersiwak dilakukan mulai dari gigi sebelah kanan terus hingga ke kiri, disunahkan pula untuk mencuci siwak ketika akan dipakai. Jadi yang biasa menggunakan kayu Arok, selesai dipakai siwaknya dicuci sebelum dipakai lagi, guna membersihkan kotoran-kotoran yang menempel dari siwakan sebelumnya. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam hadist bahwa Nabi saat hendak bersiwak memberikan siwaknya kepada Aisyah. Kemudian Aisyah mencucinya dan ia bersiwak lebih dulu, kemudian dicucinya, (setelah bersih) Aisyah memberikan kepada Nabi. Hadist riwayat Abu Daud dengan derajat hasan dan sanad yang jayyis/baik. Selain itu sebagian ulama juga menganjurkan untuk berdoa, dengan doa اَللَّهُمَّ بَيِّضْ بِهِ أَسْنَانِيْ وَشُدَّ بِهِ لِثَّتِيْ وَثَبِّتْ بِهِ لَهَاتِي وَأَفْصِحْ بِهِ لِسَانِيْ وَبَارِكْ لِيْ فِيْهِ وَأَثِبْنِيْ عَلَيْهِ يَآ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
Ya Allah putihkan gigiku dan kuatkan gusiku, serta kuatkan lahatku (daging yang tumbuh di atas langit-langit mulut) dan fasihkan lidahku dengan siwak itu serta berkatilah siwak tersebut dan berilah pahala aku karenanya wahai Dzat paling mengasihi diantara para pengasih
[16:04, 4/6/2016] Uzt Fathuri Mumthaza: Ternyata, setelah saya ubek-ubek lagi keterangan tentang doa ada di Al-Majmu, juz 1, h. 337, nyempil di bagian akhir pembahasan siwak. Meskipun dijelaskan bahwa doa ini tidak ditemukan sumbernya, tetapi tidak mengapa diamalkan, karena termasuk doa yang bagus.

Al-Majmu, juz 1, h. 337.
Demikian Wallohu A'lam bish showaab.