Home

TAFSIR JALALAIN 1 Jumadil Akhir 1437 H/ 20 Maret 2016

Rangkuman pengajian Ahad pagi Majlis Taklim Tafsir Jalalain Tempat : musholla Al-Muhajirin, Puri Harmoni 1 Tgl          : 11 jumadil ak...

Jumat, 04 Agustus 2017

FASAL SUNNAH YANG ADA DI DALAM SHALAT

 Oleh : Uztadz Fathury Ahza Mumthaza


Dua hal yang disunnahkan sesudah masuk dalam sholat:
Pertama, Tasyahud Awal.
Hal ini dasarkan pada hadist shahih, antara lain hadits riwayat al Bukhari (1167), “Bahwasanya Rasulullah saw. berdiri sesudah roka’at kedua dari sholat dhuhur, beliau tidak duduk (untuk tasyahud awal), ketika selesai sholat beliau sujud dua kali kemudian salam sesudah sujud.Dianjurkan untuk melakukan Sujud Sahwi disebabkan meninggalkan tasyahud awal karena lupa, menjadi dalil bahwa tasyahud awal hukumnya sunnat (sunnat penting).
Kedua, qunut pada shalat shubuh, dan dalam shalat witir di separuh kedua dari bulan Romadlon.
Hal ini didasarkan pada  Hadits riwayat al Hakim, dari Abi Hurairoh ra. ia berkata: Rasulullah saw. ketika  bangun dari ruku’ dalam sholat shubuh, pada roka’at kedua, beliau mengangkat dua belah tangan, lalu beliau berdoa’ dengan do’a ini:
 "اللهم اهدنى فيمن هديت …." (kitab al Mughni al Muhtaj, juz 1, h.166)

Sementara untuk qunut saat witir dasarnya adalah  Hadits riwayat Abu Dawud (1425), dari al Hasan bin Ali ra. ia berkata: Rasulullah saw. mengajari aku kalimat yang aku ucapkan di dalam sholat witir:
   "اللهم اهدنى فيمن هديت, وعافنى فيمن عافيت, وتولنى فيمن توليت, وبارك لى فيما أعطيت, وقنى شر ما قضيت, إنك تقضى ولا يقضى عليك, وإنه لا يذل من واليت, ولا يعز من عاديت, تباركت ربنا وتعاليت

(Yaa Allah tunjukilah aku kejalan orang yang Engkau beri petunjuk, dan sehatkanlah aku sebagaimana orang yang telah Engkau beri kesehatan, dan tolonglah aku sebagaimana orang-orang yang telah Engkau tolong, dan berkatilah aku dalam segala yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, dan jauhkanlah aku dari jahatnya apa saja yang Engkau putuskan. Engkau Maha penentu, dan bukat ditentukan oleh sesuatu, sesungguhnya tidak akan menjadi hina orang yang Engkau tolong, dan tidak akan mulya orang yang Engkau musuhi, Engkau Maha Pemberi berkat dan Engkau Maha Tinggi).

At Tirmidzy menyatakan (464) hadits ini hasan. Ia juga menyatakan: saya tidak tahu dari do’a qunut Nabi saw. dalam sholat witir yang lebih baik dari kalimat ini. Menurut riwayat Abu Dawud (1428) bahwasanya Ubai bin Ka’ab ra. menjadi imam – dalam sholat di bulan Romadlon – dia membaca qunut di seperdua yang akhir pada bulan Romadlon, dan perbuatan sahabat itu menjadi hujjah (dasar hukum) atas kesunnahan qunut, sehingga tidak layak diingkari.
Syarat-syarat Adzan
Sedikit menyambung pembahasan minggu lalu terkait adzan, kami rasa ini masih penting dibahas, yaitu terkait syarat-syarat adzan agar bisa kita ketahui bersama.


Adapun syarat-syarat adzan disebut ada beberapa, yaitu.
1.    Dikumandangkan saat masuk waktu shalat. Karena itu haram hukumnya untuk adzan sebelum waktunya. Namun di sini ada pengecualian, yaitu adzan sebelum waktu subuh, bahwa ini dibolehkan yaitu pada pertengahan malam kedua, dan juga pada saat Romadlon pada 1/6 terakhir malam. Dalil terkait ini adalah sebagaimana yang telah dilakukan Bilal dan Ibnu Ummi Maktum, sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya (Al-Fiqh AL-Islami wa Adillatuhu, juz 1, h. 540)
2.    Harus dengan menggunakan bahasa Arab. Maka tidah sah hukumnya adzan dengan bahasa lain seperti bahasa Indonesia

3.    Disunnahkan adzan didengar oleh sebagian jama’ah. Karena itu harus lantang dan keras. Termasuk di sini bersuara indah

4.    Tertib atau urut lafadz yang diucapkan sesuai dengan yang telah disebutkan
5.    Dilakukan oleh satu orang. Karena itu dilarang adzan secara bergantian. Misalnya satu orang membaca takbir awal, lalu dilanjutkan orang lain dengan syahadatnya, dst. Tetapi jika adzan dilakukan oleh lebih dari satu orang dengan berbarengan, maka ini dibolehkan oleh jumhur, kecuali madzhab Maliki

6.    Muadzin harus laki-laki, muslim, dan berakal. Di sini dibolehkan adzan anak-anak yang sudah mumayyiz. Karena itu dilarang adzan oleh orang non muslim atau perempuan. Di sini tidak ada syarat muadzin harus sudah baligh atau ‘adil, karena itu sah adzan anak-anak atau orang fasiq, meski madzhab Maliki memakruhkan (Al-Fiqh AL-Islami, juz 1, h. 541-542).

Terkait Adzan 2 Kali dalam Shalat Jumat.
Adzan 2 kali dalam shalat saat ini masuk kategori masalah khilafiyah. Keterangan yang paling jelas soal ini adalah hadist yang diriwayatkan banyak perawi yang berbunyi:


حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُقَاتِلٍ قَالَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ قَالَ أَخْبَرَنَا يُونُسُ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ سَمِعْتُ السَّائِبَ بْنَ يَزِيدَ يَقُولُ إِنَّ الْأَذَانَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ كَانَ أَوَّلُهُ حِينَ يَجْلِسُ الْإِمَامُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ عَلَى الْمِنْبَرِ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا فَلَمَّا كَانَ فِي خِلَافَةِ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَكَثُرُوا أَمَرَ عُثْمَانُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِالْأَذَانِ الثَّالِثِ فَأُذِّنَ بِهِ عَلَى الزَّوْرَاءِ فَثَبَتَ الْأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Muqatil berkata, telah mengabarkan kepada kami 'Abdullah berkata, telah mengabarkan kepada kami Yunus dari Az Zuhri berkata, Aku mendengar As Sa'ib bin Yazid berkata, "Pada mulanya adzan pada hari Jum'at dikumandangkan ketika Imam sudah duduk di atas mimbar. Yaitu apa yang biasa dipraktekkan sejak zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, Abu Bakar dan 'Umar? radliallahu 'anhu. Pada masa Khilafah 'Utsman bin 'Affan? radliallahu 'anhu ketika manusia sudah semakin banyak, maka pada hari Jum'at dia mememerintahkan adzan yang ketiga. Sehingga dikumandangkanlah adzan (ketiga) tersebut di Az Zaura'. Kemudian berlakulah urusan tersebut menjadi ketetapan."

Hadist ini diriwayatkan banyak perawi yaitu HR. al-Bukhari, jilid 2, hlm. 314, 316, 317, Abu Dawud, jilid 1, hlm. 171, an-Nasa`i, jilid 1, hlm. 297, at-Tirmidzi, jilid 2, hlm. 392 dan Ibnu Majah, jilid 1, hlm. 228. Juga diriwayatkan oleh asy-Syafi’i, Ibnul Jarud, al-Baihaqi, Ahmad, Ishaq, Ibnu Khuzaimah, ath-Thabrani, Ibnul Munzdir, dll.

Kitab-kitab kuning maupun putih juga sudah banyak membahas soal ini. Intinya bahwa adzan Jumat pada zaman Rasulullah hingga Khalifah Umar bin Khattab hanya sekali dan satunya iqamah (dulu disebut adzan juga). Baru kemudian pada zaman Khalifah Ustman dengan dasar, pertama, jumlah jamaah semakin banyak. Kedua karena jarak yang semakin jauh, maka kemudian ditambahkan satu kali adzan lagi sebagai pemberitahuan (i'lan) bahwa shalat Jumat akan segera dimulai.

Terkait soal adzan yang lebih sekali pada minggu lalu telah dibahas sekilas sesungguhnya. Bahwa dibolehkan adzan lebih sekali sebagaimana yang telah dicontohkan pada zaman Nabi dengan adanya Bilal dan Ibnu Ummi Maktum.

Oleh karena itu, terkait adzan dua kali saat shalat Jumat, keterangan yang cukup gamblang bisa dilihat di dalam Al-iqh Ala Madzahibil Arbaah juz 1, h. 432 dalam Bab Kapan Wajib Bersegera Menuju Shalat Jumat dan Haramnya Jual Beli? Adzan Kedua.

Dijelaskan, bahwa wajib hukumnya untuk bersegera hadir dalam shalat Jumat, sebagaimana bisa kita baca di dalam Surat Al-Jumuah 9, dan pada zaman Nabi Muhammad hanya kumandang adzanlah yang menjadi tanda dan pemberitahuan. Karena itu Utsman kemudian berijtihad dengan menambah adzan sekali saat khotib belum naik ke mimbar, sedangkan adzan sekali lagi saat khotib sudah naik ke mimbar. Dua-duanya dikumandangkan saat waktu shalat telah tiba.

Sebagaimana disebutkan di dalam hadist di atas, hal ini kemudian menjadi ketetapan sampai zaman-zaman sesudahnya fatsabatal amru ala dzalik.

Karena itu dikatakan, bahwa adzan dua kali ini tanpa ada keraguan adalah masyru atau ditetapkan sebagai syariat karena dimaksudkan sebagai pemberitahuan kepada jamaah yang jauh dan banyak sekali. Dan Ustman, termasuk sahabat-sahabat yang hidup pada zaman Ustman dan menyetujui terkait adzan 2 kali ini adalah di antara sahabat-sahabat paling utama yang memahami dasar-dasar agama yang beliau terima langsung dari Rasulullah. Karena itulah tidak disebutkan adanya perbedaan di antara ulama madzhab, terkait adzan 2 kali ini.

*Hukum Adzan Sambil Duduk?

Salah satu kesunahan di dalam melaksanakan adzan adalah berdiri. Dasarnya adalah hadist riwayat Bukhari, Muslim, dan Nasai "Berdirilah lalu adzanlah untuk shalat". (Talkhisul Habir juz 1 h. 203).

  Karena itu tidak dibolehkan adzan sambil duduk kecuali ada udzur. Sementara hukum adzan sambil duduk disebutkan makruh (Al-fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu juz 1 h. 542) seperti halnya membelakangi kiblat.

Kecuali adzannya untuk diri sendiri, maka itu dibolehkan sambil duduk, menurut madzhab Hanafi. Makruh juga hukumnya adzan di atas kendaraan saat bepergian. (Al-Mausuah Al-fiqhiyyah juz 2 h. 368)

Demikian semoga bermanfaat .






Wallaahu A'lam Bish Showaab.

Kamis, 03 Agustus 2017

SUNNAH-SUNNAH SEBELUM MASUK SHALAT, ADZAN DAN IQAMAH

Oleh : Uztadz Fathury Ahza Mumthaza
           Dalam kajian Rabu Online.

Adapun sunnah-sunnah yang kerjakan sebelum shalat itu ada dua, yaitu adzan dan iqamah.(At-Tadzhib, h. 53). Pensyariatan adzan dan iqamah ini didasarkan kepada Al-Qur’an, hadist, dan Ijma’. Adapun untuk dalil Al-Qur’annya bisa dilihat pada Al-Maidah ayat 58 dan AL-Jumu’ah ayat 9 (Kifayatul Akhyar, h. 91). 

Sedangkan sumber hadist terkait keduanya adalah hadits riwayat al Bukhari (602) dan Muslim (674). dari Malik Ibnu al Huwairits ra. bahwasanya Nabi saw. bersabda: “Apabila waktu shalat sudah datang, maka hendaklah salah seorang dari kamu mengumandangkan adzan, dan hendaklah ada yang menjadi imam shalat yang tertua di antara kamu”.
Menurut riwayat Abu Dawud (499) dari Abdullah bin Zaid ra. “Apabila kamu iqomah untuk sholat ucapkanlah:  "الله أكبر الله أكبر …"

Adapun kalimat adzan sebagai berikut:
 "الله أكبر الله أكبر, الله أكبر الله أكبر,
 أشهد أن لا إله إلا الله أشهد أن لا إله إلا الله
,أشهد أن محمدا رسول الله أشهد أن محمدا رسول الله
,حي على الصلاة حي على الصلاح
حي على الفلاح حي على الفلاح
 الله أكبر الله أكبر, لا إله إلا الله" 

Dan digabungkan di dalam adzan shubuh kalimat:
 "الصلاة خير من النوم , الصلاة خير من النوم" sesudah: "
 حي على الفلاة,
" yang kedua.

Kalimat iqomah:
  "الله أكبر الله أكبر
, أشهد أن لا إله إلا الله
, أشهد أن محمدا رسول الله,
 حي على الصلاة,
 حي على الفلاة,
 قد قامت الصلاة قد قامت الصلاة,
 الله أكبر الله أكبر,
 لا إله إلا الله" .

Kalimat adzan dan iqomah sudah baku berdasarkan banyak hadits baik yang diriwayatkan oleh al Bukhary, Muslim dan lain-lain. Bagi orang yang mendengar adzan disunnatkan untuk mengucapkan kalimat seperti yang diucapkan oleh muadzin.

Anjuran Berdoa Usai Adzan dan Iqamah
Apabila adzan sudah selesai disunnatkan membaca sholawat Nabi saw. dan berdo’a, dengan kalimat yang dijelaskan oleh hadits.

Hadits riwayat Muslim (384) dan lainnya, dari Abdullah bin Amer ra. bahwa dia mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Apabila kamu mendengar seruan adzan, maka ucapkanlah seperti yang diucapkan oleh muadzin, lalu bersholawatlah untukku, sesungguhnya barang siapa yang mengucapkan sholawat kepada sekali, maka Allah akan memberikan shoawat kepadanya sepuluh kali, lalu mintakanlah kepada Allah wasilah untukku, sesungguhnya wasilah itu adalah suatu tempat di dalam surga, tidak ada yang pantas menempatinya, kecuali seorang hamba dari hamba Allah, dan aku berharap, bahwa akulah yang dimaksud, barang siapa yang memintakan kepada Allah wasilah untukku, maka dia berhak mendapatkan syafa’at”.

Hadits riwayat al Bukhari (589), dan lainnya, dari Jabir ra. bahwasanya Rasulullah saw.bersabdaL “Barang siapa yang ketika selesai mendengar adzan mengucapkan:
  "اللهم رب هذه الدعوة التامة والصلاة القائمة, آت محمدا الوسيلة والفضيلة, وابعثه مقاما محمودا الذى وعدته"
(Yaa Allah Tuhan pemilik seruan yang sempurna, dan sholat yang berdiri tegak, datangkanlah kepada Muhammad al wasilah dan fadlilah, dan bangkitkanlah beliau di tempat yang terpuji, sebagaimana yang telah Engkau janjikan kepada beliau).

Arti rangkaian kata-kata:

Da’watit tammah: seruan untuk bertauhid yang tidak pernah berobah dan tergantikan

_ Alfadlilah_: suatu martabat/kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan semua makhluk.

Maqooman mahmuuda: Terpuji orang yang menempati di dalamnya,

Alladzi wa’adtah: berdasarkan firman Allah: “Pasti Tuhanmu akan membangkitkan engkau di tempat terpuji” (AL-Isra ayat 79).

Dan disunnatkan pula bagi muadzin membaca sholawat kepada Nabi saw. dan berdo’a, dengan suara rendah dan ada tenggang waktu dengan adzan, agar orang tidak ragu atau menduga bahwa itu termasuk kalimat adzan.

Dikecualikan dari mengucapkan kalimat yang sama dengan muadzin, ketika mendengar: "حي على الصلاة"  dan  "حي على الفلاح" hendaknya pendengar mengucapkan:  "لا حول ولا قوة إلا بالله"  demikian diriwayatkan oleh al Bukhary (588) dan Muslim (385) dan lainnya. Dan apabila mendengar ucapan:  "الصلاة خير من النوم" pendengar mengucapkan:  "صدقت وبررت" (Engkau Maha benar dan Maha Pencipta).

Dan disunnatkan pula ketika mendengar iqomah, dan akhirannya, ketika mendengar ucapan:  "قد قامت الصلاة" hendaknya pendengar mengucapkan: "أقامها الله وأدامها" (Semoga Allah menegakkannya dan mengekalkannya).
ATURAN ADZAN DAN IQAMAH

Adzan dikumandangkan dengan suara yang lantang dengan bacaan yang pelan-pelan. Berbeda dengan iqamah yang dianjurkan agar dibaca cepat (Syarah Muqaddimah Al-Jazariyah, h. 219). Disebutkan bahwa tartil di dalam adzan juga disunnahkan. At-Taghanni atau melagukan dengan nada dan suara yang indah juga dibolehkan, asalkan tidak sampai merubah makna. Dan jika ini terjadi, maka diharamkan (Fiqh Sunnah, juz 1, h. 85).

Oleh karena itu aturan tentang adzan yang harus dipahami adalah. Pertama, antara kalimat pertama dan berikutnya ada jeda yang memungkinkan cukup waktu bagi yang mendengar adzan untuk menjawabnya.

Kedua, semua kalimat pada bagian akhir adalah termasuk bacaan mad 'aridh lissukun, kecuali bacaan takbir (Allaahu akbar), di mana panjangnya jika mengikuti aturan tajwid panjangnya adalah 6 harakat atau 3 alif. Namun, khusus untuk adzan ini ulama membolehkan lebih dari 3 alif, ada ulama yang membolehkan hingga 5 alif (10 harakat), atau ulama lain menyebut 7 alif (14 harakat). Jadi boleh mengumandangkan "hayya 'alash shalaah" pada kata "laah" lebih dari 2 kali lipat dibanding saat membaca mad 'aridh lissukun pada saat membaca Al-Qur'an.

Khusus untuk takbir sendiri boleh dibaca panjang saat membaca Allaahu, hingga 7 alif, yaitu saat takbir intiqal atau takbir selain takbiratil ihram pada saat shalat (Syarah Muqaddimah Al-Jazariyah, h. 220)

Ketiga, untuk "laa" pada kalimat "laa ilaha illaLlah", maka ia harus dibaca panjang antara 2-3 alif (4-6 harakat), karena ia termasuk bacaan Mad Jaiz Munfashil. Meskipun dalam membaca Mad Zaiz Munfashil ulama membolehkan 1 alif, 2 alif, dan 3 alif, tetapi oleh ulama, terutama yang mengikuti riwayat Imam Hafs, khusus untuk laa pada laa ilaha illallah, wajib hukumnya membaca panjang lebih dari satu alif. Karena itu ketika mengumandangkan laa, harus panjang.

Keempat, untuk lafadz ilaaha, maka pada huruf laa-nya hanya boleh satu alif tidak boleh lebih.

Kelima, meskipun boleh dibaca washal antara dua takbir, tetapi yang lebih utama adalah dibaca waqaf dalam setiap kalimat takbirnya, sehingga huruf ra'-nya dibaca tebal atau tafkhim, dengan getaran yang disamarkan atau halus, bukan kasar.

Keenam, mahkraj huruf juga harus sesuai dengan aturannya sehingga tidak merubah satu atau dua huruf yang mengakibatkan berubahnya makna adzan yang dikumandangkan.
ADZAN DAN IQAMAH UNTUK SELAIN SHALAT FARDLU

Adzan makna secara lughawinya adalah al-i’lam atau pemberitahuan. Tetapi makna ini mengandung makna lebih luas lagi, yaitu adzan juga adalah An-nida’ atau panggilan, ad-du’a (doa, minta sesuatu kepada Allah), dan thalabul iqbal (mohon perkenan atau izin). Makna ini selaras dengan kalimat-kalimat di dalam adzan yang terdiri dari takbir, syahadat, hai’alatani (hayya ‘alash-shalah dan hayya ‘alal falah), dan tatswib (ash-shalaatu khairun minan naum, khusus shubuh). Dari kalimat-kalimat ini hanya hai’alataini yang bermakna ajakan, sedangkan yang lain adalah pujian kepada Allah, pernyataan keimanan, dan nasehat untuk mendahulukan shalat. Karena itulah dari lafadznya, adzan memiliki makna yang luas, sebagaimana disebutkan di awal.(Al-Mausu'ah Al-Fiwhiyyah, juz 2, h. 357)

Adzan dan iqamah pada dasarnya memang diperuntukkan untuk panggilan dan pemberitahuan pada shalat-shalat fardlu. Sedangkan untuk shalat seperti 'Id, gerhana, Istisqa, dan Tarawih panggilannya adalah dengan Ash-shalaatu jaami'ah (Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah, juz 2, h. 371). 
Meski demikian, Madzhab Syafi'i dan sebagian madzhab Maliki memperluas penggunaan adzan untuk hal-hal lain karena tabarrukan (mengambil barakah), meminta pertolongan Allah (isti'naas) dan dengan diqiyaskan berdasarkan beberapa dalil.
Pertama hadist Shahih riwayat Abu Rafi, "Aku melihat Nabi mengadzani telinga Hasan saat dilahirkan oleh Fathimah." (HR Tirmidzi). 
Kedua Hadist "Siapa saja yang baginya lahir seorang anak, maka adzankanlah di telinga sebelah kanan, dan iqamahlah disebelah kiri, maka Ummush Shibyan (sebutan orang Arab untuk makhluk sebangsa kuntilanak) tidak akan membahayakannya." (HR Abu Ya'la dan Tirmidzi). Hadist Shahih riwayat Abu Hurairah, "Nabi bersabda, "Ketika terdengar panggilan shalat (adzan), maka Syaitan lari terbirit..." (HR Mutafaq Alaihi atau Bukhari Muslim)                       

Dari dalil-dalil ini tampak jelas bahwa Nabi menyebutkan fungsi adzan yang di luar panggilan shalat, di mana syaitan akan lari tunggang langgang dan gangguan lain juga terhindari. Karena itulah adzan disebut sebagai bagian dari amal utama yang mendekatkan diri kepada Allah, di mana ia memiliki keutamaan dan diberi pahala yang besar bagi yang melafalkannya. Hadist perihal ini cukup banyak, dan insyaallah dibahas khusus nanti pada fasal Adzan, termasuk posisi muadzin yang sangat mulia di sisi Allah, menjadi salah satu dari sedikit manusia yang diistimewakan Allah saat di akhirat nanti.

Karena itulah kemudian para ulama menganjurkan membaca adzan dalam kondisi-kondisi tertentu. Di antaranya saat anak lahir, kebakaran, hujan lebat dan angin kencang, tersesat, jin atau binatang yang sedang ngamuk, saat marah, dan saat menguburkan mayit.

Khusus perihal adzan dan iqamah bagi mayit yang sedang dikuburkan memang di antara ulama terjadi ikhtilaf. Artinya ada yang menganjurkan ada yang tidak. Tetapi mengutip pendapat Imam Ibnu Hajar bahwa mengadzani mayit itu dianjurkan karena akan meringankan mayit dalam menjawab pertanyaan malaikat di alam barzakh nanti (Hasyiyah AlBaijuri, juz 1, h. 209).
 beberapa pertanyaan:

1. Bagaimana shalat qabliyah, lalu iqamah dikumandangkan? 
2. Takbir bisa memadamkan api? 
3. Adzan jika ada angin besar? 
4. Adzan sebelum shalat subuh? 
5. Bolehkah adzan melepas pengantin pindahan rumah dll? 
6. Panjang harokat adzan saat mengadzankan mayit? 
7. Terkait shalat sunnah wudlu beserta hadistnya?  
Pertama karena ada kesamaan pertanyaan yaitu adzan apakah dianjurkan saat ada angin besar, melepas pengantin pindahan rumah, dan seterusnya. Keterangan yang cukup runtut bisa dibaca dalam Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu juz 1 h. 562.

Intinya disebutkan bahwa adzan ini dimaksudkan untuk mengusir atau menghilangkan keburukan-keburukan kondisi tersebut, termasuk kondisi-kondisi lain yang belum disebutkan yaitu pindahan rumah. Sehingga meskipun ada angin besar atau kebakaran tetapi tidak sampai menimbulkan kerugian. Karena dengan adzan dikumandangkan dipastikan syetan lari terbirit-birit sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah.
Dijelaskan bahwa adzan dianjurkan saat terjadi kebakaran, peperangan, dan mengiringi musafir. Termasuk juga menghadapi orang yang sedang ayan (epilepsi), saat tersesat, saat ada gangguan jin, marah, atau orang yang perangainya buruk dst.
Kedua, apakah takbir bisa memadamkan api? Keterangan soal ini saya belum menemukan. Tetapi jika adzan yang dikumandangkan, iya. Tetapi tidak semata-mata memadamkan, tetapi penghilangkan dampak buruk dari api itu.
Ketiga panjang harokat adzan selain untuk shalat? Terkait soal panjang pendek sebetulnya tinggal mengikuti aturan tajwidnya. Ada cara membaca tartil, di mana membacanya dengan pelan dan panjang. Ada yang disebut dengan at-tadwir dimana bacaannya sedang-sedang saja atau terakhir al-hadr baca cepat.

Nah, adzan dengan al-hadr bisa saja di luar. Artinya adzannya tidak mengalun panjang seperti adzan-adzan biasanya. Yang jelas aturannya di sini adalah kumandang adzannya harus lebih lambat dari iqamahnya. Itu aturan antara adzan dan iqamah. Jadi iqamahnya lebih cepat dibanding adzannya. Nah panjang adzannya berapa? Lihat kembali aturan tajwidnya .

Keempat, bagaimana hukum adzan tengah malam?

Hadist terkait hal ini sangat jelas sebetulnya yaitu إِنَّ بِلَالًا يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ، فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُو

Arti hadist ini adalah Sesungguhnya Bilal bin Rabbah adzan saat malam. Maka makan dan minumlah sampai Ibnu Ummi Maktum adzan (subuh). Hadist ini riwayat Ibnu Umar (HR Bukhari dan Muslim, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu juz 1 h. 552)

Karena itulah sesungguhnya ulama menegaskan bahwa adzan sebelum subuh itu disunahkan sebagaimana yang dikumandangkan oleh Bilal pada zaman Nabi. Hanya madzhab Hanbali saja yang mengatakan bahwa adzan sebelum subuh makruh saat Romadlon karena dikhawatirkan membingungkan umat Islam.

Jumhur ulama mengatakan disunnahkan untuk shalat jamaah ada dua muadzin yang adzan masing-masing sebagaimana yang dipraktekkan Nabi dengan adanya Bilal bin Rabbah dan Ibnu Ummi Maktum. Lebih jauh lagi jika dibutuhkan ada 4 muadzin yang adzan dalam waktu berbeda sebagaimana yang terjadi pada zaman Khaliah Ustman.

OLeh karena itu, sebetulnya hukumnya sunnah jika ada dua muadzin dalam satu masjid, misalnya, adzan di waktu yang berbeda. Karena dengan demikian semakin menguatkan panggilan shalat (Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu juz 1 h. 549).
Wallahu a'lam Bish showaab, Semoga bermanfaa

RANGKUMAN TAFSIR JALALAIN





Tafsir Jalalain
QS Asy-syuara ayat 160 -175
Ayat ayat ini menerangkan tentang kisah umat nabi Luth yang memiliki perilaku menyimpang terhadap lawan jenis. Mereka lebih menyukai sesama jenis dalam berhubungan seksual.
Nabi Luth sudah memperingatkan, tetapi mereka menolak bahkan mengancam nabi Luth untuk mengusir dari kampung halamannya jika tidak berhenti berdakwah kepada kaumnya. Sampai akhirnya nabi Luth berdoa kepada Allah SWT untuk menurunkan adzab kepada kaumnya.
Beliau memohon kepada Allah yang maha kuasa agar kaumnya yaitu masyarakat Sadum diberi ganjaran berupa azab di dunia sebelum azab bagi mereka di akhirat kelak.
Jika mereka diberi nasehat mereka menjawab :
 “Datangkanlah siksaan Allah itu, hai Luth, jika sekiranya engkau orang yang benar”
  Setelah mendengar ejekan dari mereka, Nabi Luth as berdoa kepada Allah, sebagaimana tersebut dalam Al qur an :
 Nabi Luth AS berdoa :
 “Ya Tuhanku tolonglah aku dengan menimpakan azab atas kaum yang berbuat kerusakan itu” (QS. 29 : 30) 





Permohonan Nabi Luth dan doanya diperkenankan dan dikabulkan oleh Allah SWT. Allah mengutus beberapa Malaikat untuk menurunkan azab terhadap kaum Nabi Luth as yang durhaka dan meningkari Allah. Ketika datang kabar kepada Nabi Ibrahim as akan dibinasakannya negeri Nabi Luth as dengan kaumnya, karena penduduknya yang selalu durhaka dan maksiat, maka terperanjatlah Nabi Ibrahim as.
Firman Allah dalam Al Qur’an : Berrkatalah Ibrahim :
“Sesungguhnya di kota itu ada Luth”
Para malaikat berkata :
“Kami lebih mengetahui siapa yang ada di kota itu. Kami sungguh-sungguh akan menyelamatkan dia, dan pengikut-pengikutnya kecuali istrinya. Dia adalah termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan)” (QS. 29 : 32).

Tiga  Malaikat tersebut menyamar sebagai manusia biasa. Mereka adalah malaikat yang bertamu kepada Nabi Ibrahim as dengan membawa berita gembira atas kelahiran Nabi Ishaq as, dan memeberi tahu kepada mereka bahwa dia adalah utusan Allah dengan menurunkan azab kepada kaum Nabi Lutuh as penduduk kota Sadum. Dalam kesempatan pertemuan dimana Nabi Ibrahim as telah memohon agar penurunan azab atas kaum sadum ditunda, kalau kalau mereka sadar mendengarkan dan mengikuti ajakan Nabi Luth as serta bertaubat dari segala maksiat dan perbuatan mungkar. Juga dalam pertemuan itu Nabi Ibrahim as mohon agar anak saudaranya, Nabi Luth as diselamatkan dari azab yang akan diturunkan kepada kaum Sadum permintaan itu diterima oleh malaikat dan dijiamin bahwa Nabi Luth as dan keluarganya tidak akan terkenal azab, kecuali istrinya.

Selengkapnya mari kita baca QS Asy-syuara mulai ayat 160 sampai dengan ayat 175 berikut tafsirnya dalam kitab tafsir Jalalain:

كَذَّبَتْ قَوْمُ لُوطٍ الْمُرْسَلِينَ       

«كذبت قوم لوط المرسلين»
(Kaum Luth telah mendustakan Rasul-rasul)

إِذْ قَالَ لَهُمْ أَخُوهُمْ لُوطٌ أَلَا تَتَّقُونَ

«إذ قال لهم أخوهم لوط ألا تتقون»
(Ketika saudara mereka, Luth, berkata kepada mereka, "Mengapa kalian tidak bertakwa?).

إِنِّي لَكُمْ رَسُولٌ أَمِينٌ
(Sesungguhnya aku adalah seorang Rasul kepercayaan yang diutus kepada kalian)

فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَطِيعُونِ

«فاتقوا الله وأطيعون»
(Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku).
ا

وَمَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ إِنْ أَجْرِيَ إِلَّا عَلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ

«وما أسألكم عليه من أجر إن» ما «أجري إلا على رب العالمين»
(Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepada kalian atas ajakan itu, tidak lain)(upahku hanyalah dari Rabb semesta alam).

أَتَأْتُونَ الذُّكْرَانَ مِنَ الْعَالَمِينَ

«أتأتون الذكران من العالمين» أي من الناس
165. (Mengapa kalian mendatangi jenis laki-laki di antara manusia?) melakukan homosex

وَتَذَرُونَ مَا خَلَقَ لَكُمْ رَبُّكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُم بَلْ أَنتُمْ قَوْمٌ عَادُونَ

«وتذرون ما خلق لكم ربكم من أزواجكم» أقبالهن «بل أنتم قوم عادون» متجاوزون الحلال إلى الحرام
166. (Dan kalian tinggalkan istri-istri yang dijadikan oleh Rabb kalian untuk kalian) yakni farji-farji mereka (bahkan kalian adalah orang-orang yang melampaui batas").

قَالُوا لَئِن لَّمْ تَنتَهِ يَا لُوطُ لَتَكُونَنَّ مِنَ الْمُخْرَجِينَ

«قالوا لئن لم تنته يا لوط» عن إنكارك علينا «لتكونن من المخرجين» من بلدتنا
167. (Mereka menjawab, "Hai Luth! Sesungguhnya jika kamu tidak berhenti) dari mengingkari perbuatan kami ini (benar-benar kamu termasuk orang-orang yang diusir") dari negeri kami ini

قَالَ إِنِّي لِعَمَلِكُم مِّنَ الْقَالِينَ

«قال» لوط «إني لعملكم من القالين» المبغضين
168. (Berkata) Nabi Luth, ("Sesungguhnya aku sangat benci kepada perbuatan kalian) sangat membencinya.

رَبِّ نَجِّنِي وَأَهْلِي مِمَّا يَعْمَلُونَ

«رب نجني وأهلي مما يعملون» أي من عذابه
169. (Ya Rabbku! Selamatkanlah aku beserta keluargaku dari akibat perbuatan yang mereka kerjakan") yakni dari azab yang akan menimpa mereka disebabkan perbuatan itu.

فَنَجَّيْنَاهُ وَأَهْلَهُ أَجْمَعِينَ

«فنجيناه وأهله أجمعين»
170. (Lalu Kami selamatkan ia beserta keluarganya semua).

إِلَّا عَجُوزاً فِي الْغَابِرِينَ

«إلا عجوزا» امرأته «في الغابرين» الباقين أهلكناها
171. (Kecuali seorang perempuan tua) yakni istri Nabi Luth sendiri (yang termasuk dalam golongan yang tinggal) orang-orang yang dibinasakan.

ثُمَّ دَمَّرْنَا الْآخَرِينَ

«ثم دمرنا الآخرين» أهلكناهم
172. (Kemudian Kami binasakan yang lain) yaitu mereka yang tinggal semuanya.

وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِم مَّطَراً فَسَاء مَطَرُ الْمُنذَرِينَ

«وأمطرنا عليهم مطرا» حجارة من جملة الإهلاك «فساء مطر المنذرين» مطرهم
173. (Dan Kami hujani mereka dengan hujan) batu sebagai alat untuk membinasakan mereka (maka amat jeleklah hujan yang menimpa orang-orang yang telah diberi peringatan itu) sejelek-jelek hujan adalah hujan yang menimpa mereka itu

إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَةً وَمَا كَانَ أَكْثَرُهُم مُّؤْمِنِينَ

«إن في ذلك لآية وما كان أكثرهم مؤمنين»
174. (Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat bukti-bukti yang nyata, kebanyakan manusia tidak beriman).

وَإِنَّ رَبَّكَ لَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ

«وإن ربك لهو العزيز الرحيم»
175. (Dan sesungguhnya Rabbmu, benar-benar Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang).

MUKHTARUL AHADITS

اكرم الناس اتقاكم
(رواه البخاري ومسلم)
Artinya : Seutama utama manusia adalah orang yang paling bertaqwa (HR. Bukhori dan Muslim)

الحزم ان تشاور ذا رءي ثم تتيعه
(رواه ابو داود)
Artinya : Sesuatu yang lebih menguatkan (atas suatu permasalahan)  itu adalah berdiskusi/share (mengenai hal itu) dengan seseorang yang memiliki kemampuan kemudian mengikutinya (HR. Abu Dawud)


POINT POINT PENTING :
Ustadz. Aziz :Abu Hurairah meriwayatkan sebuah hadits :
“Sesungguhnya di sekeliling ‘Arsy terdapat beberapa mimbar yang terbuat dari cahaya. Di atas mimbar itu terdapat sebuah kaum yang pakaian mereka terbuat dari cahaya dan wajah mereka bersinar. Mereka itu bukan para nabi dan juga bukan para syuhada’, para nabi dan para syuhada’ menginginkan kedudukan seperti mereka.” Lalu Abu Hurairah berkata, “Wahai Rasulullah, sebutkan sifat mereka kepada kami.” Lalu Rasulullah bersabda, “Mereka adalah orang-orang yang saling cinta karena Allah, selalu duduk bersama (membahas perihal agama) karena Allah, dan saling berkunjung karena Allah.” (An-Nasa’i).

Berkaitan dengan mushofahah (bersalam salaman) Rasulullah sollallohu alaihi wasallam bersabda :

 عَنِ اْلبَرَّاءِ عَنْ عَازِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
 مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إلاَّ غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أنْ يَتَفَرَّقَا

 Artinya :
 Diriwayatkan dari al-Barra’ dari Azib r.a. Rasulallah s.a.w. bersabda, “Tidaklah ada dua orang muslim yang saling bertemu kemudian saling bersalaman kecuali dosa-dosa keduanya diampuni oleh Allah sebelum berpisah.” (H.R. Abu Dawud)

Berkaitan dengan hubungan suami istri, ada adab adab yang semestinya dilakukan. Sebagaimana disampaikan oleh Imama Gazali diantaranya :
Beruwudlu
Sholat sunat 2 rakaat.
membaca surat Al-Ikhlas 40x
membaca bismillah
mengucapkan salam kepada istri "Assalamualaika yaa baabal jannah"
mencium kening istri.
Berdo’a kepada Allâh (semoga Allâh melimpahkan nikmat-Nya), seperti do’a diajarkan
عَنِ بْنِ عَبَّاسٍ يَبْلُغُ بِهِ النَّبِيَّ قَالَ لَوْ أَنَّكُمْ إِذَا آتَى أَهْلَهُ قَال
َ : بِسْمِ اللهِ، اَللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا، فَقُضِىَ بَيْنَهُمَا وَلَدٌلَمْ يَضُرُهُ.

“Dari Ibnu Abbas r.a. ia menyampaikan apa yang diterima dari Nabi SAW. Beliau bersabda, “Andaikata seseorang diantara kamu semua mendatangi (menggauli) isterinya, ucapkanlah, “Bismi Allâhi, Allâhumma Jannibnâ Syaithânâ wajannibi al-syaithânâ mâ razaqtanâ.” (dengan nama Allâh. Ya Allâh, hindarilah kami dari syetan dan jagalah apa yang engkau rizkikan kepada kami dari syetan.” Maka apabila ditakdirkan bahwa mereka berdua akan mempunyai anak, syetan tidak akan pernah bisa membahayakannya.”
(HR. Bukhâriy dalam Kitab Shahihnya pada Kitab Wudhuk Hadits ke-141).



Imam Abu Hajar Al haetami ketika menerangkan hadits
 للصائم فرحتان، فرحة عند فطره، وفرحة عند لقاء ربه

 “Bagi orang yang melaksanakan puasa ada dua kebahagiaan; kebahagiaan ketika berbuka, dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Rabbnya.” (muttafaq alaih)

Beliau menerangkan bahwa salah satu kebahagian surga dunia adalah ketika melihat anak keturunan kita sukses soleh/solehah.

Demikian Semoga bermanfaat.
Wallahu A'lam Bish Showaab.