Bismillaahirrahmaanirrahiim..
RANGKUMAN PENGAJIAN ONLINE
Waktu : Rabu, 11 Sya’ban 1437 H/18 Mei 2016
Kitab Rujukan : ATTADZHIB FII ADILLATIL GHOOYATI WATAQRIB
Tempat : Majlis Ta’lim Virtual “Tafsir Jalalain”
Nara sumber : Ustadz Fathuri Ahza Mumthaza
RANGKUMAN PENGAJIAN ONLINE
Waktu : Rabu, 11 Sya’ban 1437 H/18 Mei 2016
Kitab Rujukan : ATTADZHIB FII ADILLATIL GHOOYATI WATAQRIB
Tempat : Majlis Ta’lim Virtual “Tafsir Jalalain”
Nara sumber : Ustadz Fathuri Ahza Mumthaza
Ustadz Fathuri Ahza Mumthaza
HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA
Disebutkan ada 10 :
1. Memasukkan sesuatu dengan sengaja melalui lubang yang biasa hingga sampai ke perut (mulut & hidung).
2. Memasukkan sesuatu dengan sengaja melalui lubang di kepala (misalnya telinga)
3. Memasukkan obat melalui dua jalan (qubul dan dubur, lubang depan dan belakang).
4. Muntah dengan sengaja
5. Bersetubuh dengan sengaja di kemaluan
6. Keluar mani karena bersentuhan (bercumbu)
7. Haidh.
8. Nifas.
9. Gila.
10. Murtad (keluar dari Islam)
PENJELASAN :
1. Sesuatu yang masuk melalui lobang yang terbuka (mulut, hidung, telinga, farji, dan dubur) dan melalui tempat lain yang tak terbuka.
Di sini mengulas sebelumnya, bahwa yang masuk itu tidak harus selalu makanan, tetapi kita menelan batu, tanah, koin atau yang lainnya jika disengaja, maka itu membatalkan puasa, termasuk di sini asap rokok. (Al-Majmu' Syarah Al-Muadzdzab, juz 6 h. 337). Pengecualian ini adalah bagi, misalnya pengendara motor, lalu di tengah jalan karena menguap kemudian ada debu masuk atau lalat masuk. Maka jika ketika tiba-tiba mulut kemasukan itu semua, maka tidak membatalkan. Yang penting diusahakan dikeluarkan.
Kemudian ketika ada selilit di gigi kita saat sahur dan itu bertahan hingga siang, lalu dengan sengaja kita telan. Ini juga membatalkan puasa. Demikian pula jika air ludah kita, sudah keluar dari mulut lalu kemudian dimasukkan kembali dan kita telan, maka itu juga membatalkan puasa. Demikian pula ketika siwakan atau gosok gigi dan kita merasakan betul ada yang tertelan, maka itu juga menurut jumhur ulama membatalkan puasa.
Inti dari ini semua adalah dengan berbagai cara, jika ada sesuatu masuk ke perut kita, meski melalui lubang yang tidak biasa, maka ini membatalkan puasa.
2. Muntah disengaja,
Hal ini juga sudah sangat jelas. Jika muntahnya karena mabuk mobil, atau masuk angin, atau hal-hal yang lain, maka ini tidak membatalkan. yang penting tidak disengaja.
3. Bersetubuh,
Hal itu juga sudah panjang sekali penjelasannya kemarin bahwa itu juga membatalkan dengan segala cara, termasuk menyetubuhi mayat atau binatang, di lubang belakang atau lubang depan. Semua membatalkan. Demikian pula keluarnya mani itu jelas membatalkan ketika keluarnya itu karena mubasyarah (bercumbu). Maka dianggap tidak membatalkan jika keluarnya karena mimpi di siang bolong atau karena melihat sesuatu.
Untuk itu, khusus perihal ciuman, sebagaimana yang kami jelaskan sebelumnya, selama tidak khawatir bangkitnya syahwat, maka dibolehkan. Tetapi jika pengantin baru, sebagaimana disampaikan Ust Hilman kemarin, yang syahwatnya sedang membara, maka ulama kemudian menetapkan haram hukumnya. (Nihayatuz Zain, h. 182)
Pertanyaan 1 :
Assalamu'alaikum warohmatullaahi wabarokatuuh, Pak Ustadz masalah memasukkan air ke telinga untuk mengelaurkan air yang masuk tanpa sengaja bagaimana batal tidak? kalau mandi kadang air masuk ke telinga tanpa sengaja, bagaimana hukumnya membersihkan telinga dengan cotton bat sewaktu puasa?
Jawaban pertanyaan 1 :
Jika yang pertama, sengaja memasukkan air, itu membatalkan. Untuk pertanyaa kedua, mandi yang kadang masuk air tanpa disengaja, maka tidak membatalkan, karena, dijelaskan oleh ulama, sulit menjaga air ketika mandi. Karena itu, kemudian ulama menganjurkan agar mandinya dengan pelan, tidak gabyar bayur apalagi menyelamkan kepala (inghimas), yang membuat air mudah ke mana-mana. Sedangkan membersihkan telinga dengan korek atau cotton bat, jika tidak sampai terlalu dalam, seukuran jari kita masuk, maka tidak membatalkan. Tetapi jika terlalu dalam, maka membatalkan, meski ada ulama yang mengatakan tidak, karena ia benda kering yang tidak sampai ke perut. Untuk itu sebaiknya tidak dilakukan
Pertanyaan 2 :
Ketika kita berwudhu . kita kan memasukan air kedalam hidung dan berkumur kumur. terkadang ada sisa sisa air pada kedua anggota tersebut. ataukah ketika kita berwudhu hanya mengambbil yg wajib nya saja ataukah sunnahnya ditinggalkan. tks ustadz
Jawaban pertanyaan 2 :
Kesunahan berkumur dan memasukkan hidung lestari, mesi sedang puasa. Tetapi jika berkumur atau memasukkan ke hidunya dengan keterlaluan, sehingga ada air yang masuk, maka ini membatalkan. Tetapi jika biasa saja, maka dibolehkan dan memang sisa-sisa air tak bisa dihindari. Karenanya ada yang kemudian memilih tidak melakukan keduanya selama puasa
Pertanyaan 3 :
Ketika ada sisa sisa air tersebut sudah kita buang . terkadang setelah itu kita menelan ludah kita. apakah membatalkan puasa kita tks
Jawaban pertanyaan 3:
Batasan ulama adalah tidak mubalaghah, keterlaluan dalam memasukkan air, hal ini dalilnya jelas. Nah, bagaimana jika ada sisa air? Tentu ini tidak bisa dihindari, karena tidak mungkin mengeringkan mulut atau hidung setelah berkumur. Karena itu upaya dengan meludahkan pasca wudlu sudah mencukupi. Kalau toh nanti ada sisa dan tertelan, maka itu tidak membatalkan puasa. Kecuali setelah wudlu terasa betul ada sisa air dan kemudian dengan sengaja menelannya, maka ini yang membatalkan
Petanyaan 4 :
Bagaimana dengan PUASAnya seorang Musafir...apakah sah atau tidak ? Terima kasih .
Jawaban pertanyaan 4 :
Untuk Musafir, penjelasannya ada di fasal berikutnya, mungkin akan lebih detail keterangannya. Tetapi sedikit menjawab yang ditanyakan, untuk musafir itu ada uraian, "au kaana musaafiran, falyufthir in sya'a, artinya untuk musafir boleh tidak berpuasa, jika ia mau (At-Tadzhib, h. 108). Tetapi jika ia tetap berpuasa, maka itu juga sah, selama tidak memberatkan. Dengan demikian, tetap sah puasanya.
Pertanyaan 5 :
Bagaimana hukum onani :
Jawaban pertanyaan 5 :
Memang hadist tentang ini yang berbunyi mal'uunun man nakaha biyadihi... dan An-nikahu biyadihi... disebutkan di dalam kitab At-talkhisul Habir, juz 3, h. 381 bahwa hadist ini dha'if atau lemah. Hadist yang sama, bisa juga dilihat di Nashaihul Ibad, h. 47, di sini onani disandingkan dengan berzina dengan hewan, berzina dengan tetangga, anal seks, liwath, menikahi ibu dan anaknya sekaligus, dan menyakiti tetangga. Dimana perbuatan-perbuatan ini menyebabkan pelakunya tidak dilihat Allah di akhirat dan akan dimasukkan neraka. Artinya betapa beratnya masing-masing dosa ini di hadapan Allah hingga pelakunya berhak ke neraka
Secara umum, jika kita belajar di dalam Ilmu Hadist, maka jumhur ulama mengatakan boleh menggunakan hadist dhaif, selama tidak untuk hal-hal yang ushul atau dasar. Bahkan jika ada hadist dengan matan atau redaksi yang serupa bisa saling menguatkan sehingga menjadi hadist yang kuat. Dan di sini paling tidak ada dua hadist disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam kitabnya di atas. Lebih jauh di Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah, juz 4, h. 98 bahwa penguat tentang istimna' (onani) ini adalah surat Al-Mu'minun ayat 5-7. Namun di sini istimna' tidak sama dengan zina yang terkena had. Tingkatannya masih di bawahnya. Sedangkan zina sendiri itu ada di nomer 3 dari dosa besar setelah syirik dan membunuh. Lebih jauh ulama menegaskan onani ada tiga hukumnya. Pertama, boleh bagi yang sudah menikah, yaitu jika dengan tangan istri. Sekali lagi tangan istri. Kedua, haram, jika untuk bersenang-senang saja. Ketiga, boleh bagi yang belum menikah, ketika darurat takut zina. Tetapi untuk yang ketiga ini ulama lain ada yang mengatakan wajib (Ibnu Abidin-Hanafi), tapi ada juga yang haram (Ahmad bin Hambal), yaitu selama masih bisa puasa. (Al-Mausu'ah, juz 4, h. 98). Karena itu, dengan segala upaya sebaiknya dihindari, terutama yang belum menikah, karena disebutkan akan mengganggu kesehatan, melemahkan hati dan menguatkan nafsu, serta jika menilik hadist yang dikutip sebelumnya akan mendapat murka Allah SWT
Di dalam kitab Ash-Showy, yang dimaksud adalah hukum dasarnya istimna', yaitu memang haram, karena itu sebagaimana dijelaskan di atas ia disandingkan dengan liwath (bersetubuh lewat dubur), bersetubuh dengan hewan, menikahi anak dan ibunya sekaligus dst). Dan ini sebenarnya bukan hanya pendapat Abu Hanifah, Malik, dan Syafi'i saja, tetapi umumnya ulama. Tetapi memang ulama kemudian merinci, bahwa ada kondisi-kondisi tertentu yang membolehkan, sebagaiman telah dirinci sebelumnya. Yaitu, pertama, kalau istimna' ini dengan tangan istri, boleh. Sebab yang haram adalah dengan tangan sendiri atau tangan selain istri. Kedua, kalau kondisi syahwat memuncak dan tidak mampu nikah, ini menurut sejumlah ulama, termasuk Imam Ahmad. Lebih jauh menurut Imam Ahmad, tetapi sebelum kebolehan ini dilakukan, ia harus puasa dulu, jelas Imam Ahmad. Kalau sebelum puasa, sudah melakukan tetap haram. Tapi kalau sudah puasa, baru boleh. Sedangkan Ibnu Abidin (ulama madzhab Hanafi) jika kondisi sangat darurat, sehingga dikhawatirkan terjerumus zina, maka wajib hukumnya istimna'. Di luar dua kondisi ini, jika sekedar untuk senang-senang, maka tetap haram.
Berikut, redaksi lengkapnya di :
Talkhisul Habir, juz 3, h. 381, Nashaihul Ibad, h. 47, Tafsir Al-Qurtubi, juz 15, h. 18, Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyah, juz 3, h. 381
Pertanyaan 6 :
Mohon izin ustadz. di atas ada pembahasan. menelan ludah. mohon diperdalam sedikit pembahasannya. yang tidak saya pahami adalah. karena ketika menelan ludah itu memang pasti keluar dari rongga mulut kita. apakah memang harus terus di buang atau tidak air ludah kita?
Pertanyaan 7 :
Baggaimana hukumnya mana kala kita niat berpuasa dalam waktu mepet waktu sahur dan pada saat sahur kita masih dalam keadaan hadas besar(berhubungan suami istri)dan pada saat memulai mandi atau sedang mandi terdengar adzan subuh/masuk waktu subuh.(sedang dicari referensi)
Penjelasan soal makan-minum:
Al-Majmu', juz 6, h. 337, Penjelasan berkumur, berciuman, keluar mani, Al-Majmu', juz 6, h. 347
Semoga apa yang disampaikan bermanfaat untuk kita semua
Terima kasih kepada majlis Asatidz terutama sekalai Ust. Fathuri
Semoga Allah tambahkan keberkahan untuk kita semua
Selanjutnya majlis ini saya tutup.
Subhanakallahumma wa bihamdika Asyhadu an laa ilaaha illa anta astagfiruka wa atuubu ilaika.
wassalamualaikum wr. wb.
Baca Juga: PUASA