Rangkuman pengajin ahad pagi
Majlis Ta'lim Tafsir Jalalain
Ahad, 15 sya'ban 1437 H/22 Mei 2016
Tempat : Musholla Al-Hidayah, Duta Mekar Asri Cileungsi Bogor.
KH.SLAMET AZIS ZEIN
TAFSIR JALALAIN
QS. Al-Furqon ayat 19
فَقَدْ كَذَّبُوكُم بِمَا تَقُولُونَ فَمَا تَسْتَطِيعُونَ صَرْفاً وَلَا نَصْراً وَمَن يَظْلِم مِّنكُمْ نُذِقْهُ عَذَاباً كَبِيراً
«فقد كذبوكم» كذب المعبودون العابدين «بما تقولون» بالفوقانية أنهم آلهة «فما تستطيعون» بالتحتانية والفوقانية أي لاهم ولا أنتم «صرفا» دفعا للعذاب عنكم «ولا نصرا» منعا لكم منه «ومن يظلم» يشرك «منكم نذقه عذابا كبيرا» شديدا في الآخرة
("Maka sesungguhnya mereka yang disembah itu telah mendustakan kalian) yang disembah itu berdusta kepada mereka yang menyembahnya (tentang apa yang kalian katakan) bahwasanya mereka adalah tuhan-tuhan (maka kalian tidak akan dapat) kalau dibaca yastathii'uuna artinya maka mereka tidak akan dapat; maksudnya baik mereka atau pun kalian (menolak) azab dari diri kalian (dan tidak pula menolong) mencegah azab yang menimpa diri kalian (dan barang siapa berbuat zalim) dengan memperbuat kemusyrikan (di antara kalian, niscaya Kami rasakan kepadanya azab yang besar) azab yang keras di akhirat.
QS. Al-Furqon ayat 20
وَما أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنَ الْمُرْسَلِينَ إِلَّا إِنَّهُمْ لَيَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَيَمْشُونَ فِي الْأَسْوَاقِ وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيراً
«وما أرسلنا قبلك من المرسلين إلا إنهم ليأكلون الطعام ويمشون في الأسواق» فأنت مثلهم في ذلك وقد قيل لهم ما قيل لك «وجعلنا بعضكم لبعض فتنة» بلية ابتلي الغنى بالفقير والصحيح بالمريض والشريف بالوضيع يقول الثاني في كل مالي لا أكون كالأول في كل «أتصبرون» على ما تسمعون ممن ابتليتم بهم استفهام بمعنى الأمر أي اصبروا «وكان ربك بصيرا» بمن يصبر وبمن يجزع
(Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelum kamu, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar) maka kamu adalah sama seperti mereka dalam hal ini. Maksudnya, telah dikatakan pula hal yang serupa terhadap mereka, sebagaimana apa yang dikatakan kepadamu sekarang ini. (Dan Kami jadikan sebagian kalian cobaan bagi sebagian yang lain) yakni orang yang kaya dicoba dengan adanya orang fakir dan orang yang sehat dicoba dengan adanya orang yang sakit, dan orang yang terhormat dicoba dengan adanya orang yang rendah. Maka golongan yang kedua dari orang-orang tadi mengatakan, 'Mengapa aku tidak seperti dia dalam segala hal?' (Maukah kalian bersabar?) di dalam menghadapi perkataan yang kalian dengar dari orang-orang yang kalian mendapat cobaan dari mereka. Istifham atau kata tanya di sini mengandung arti perintah, maksudnya bersabarlah kalian (dan adalah Rabbmu Maha Melihat") terhadap orang-orang yang sabar dan yang tidak sabar.
POINT POINT PENTING :
Pada ayat sebelumnya, Allah SWT berfirman :
Dan (ingatlah) suatu hari (ketika) Allah menghimpunkan mereka beserta apa yang mereka sembah selain Allah, lalu Allah berkata (kepada yang disembah); "Apakah kamu yang menyesatkan hamba-hamba-Ku itu, atau mereka sendirikah yang sesat dari jalan (yang benar)?".
Mereka (yang disembah itu) menjawab: "Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagi kami mengambil selain engkau (untuk jadi) pelindung, akan tetapi Engkau telah memberi mereka dan bapak-bapak mereka kenikmatan hidup, sampai mereka lupa mengingati (Engkau); dan mereka adalah kaum yang binasa".
Pada QS Al furqon ayat 19 ini Allah SWT menyatakan :
> maka sesungguhnya mereka (yang disembah itu) telah mendustakan kamu
> Jika perbuatan syirik ini tetap dilakukan, maka bagi mereka akan merasakan azab yang besar.
Di QS ayat 20 Allah SWT berfirman, bahwa nabi nabi yang diutus sebelumnya juga memakan makanan dan pergi ke pasar. Kemudian Allah SWT berikan ujian dalam berdakwahnya sebagai ujian apakah bisa bersabar terhadap ujian itu.
perlu dikembangkan sikap kemandirin ddalam hidup. Seorang pendakwah hendaknya juga bisa hidup mandiri. Antara memenuhi kebutuhan hidup (maisyah) dan dakwah hendaknya seiring sejalan. Hal ini menjadi penting untuk menghindari fitnah kehidupan.
Dikatak*an di dalam hadits Nabi Muhammad SAW mengenai kemandirian Nabi Daud AS :
عَنْ اَبِى هُرَيْرَة َو عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم قَالَ: كَانَ دَاوُدُ عَلَيْهِ السَّلامُ لاَيَأْكُلُ اِلاَّ مِنْ عَمَلِ يَدَِْهِ.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Adalah Nabi Daud tidak makan, melainkan dari hasil usahanya sendiri”. [HR Bukhari, no. 2073].
Penjelasan :
1). Nabi Daud Alaihissalam, disamping sebagai nabi dan rasul, dia juga seorang Khalifah. Namun demikian, sebagaimana diceritakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Beliau, bahwa apa yang dimakan Nabi Daud adalah dari hasil jerih payahnya sendiri dengan bekerja yang menghasilkan sesuatu, sehingga ia dapat memperoleh uang untuk keperluan hidupnya sehari-hari. Di antaranya sebagaimana dikisahkan dalam Al Qur`an, bahwa Allah menjinakkan besi buat Nabi Daud, sehingga ia bisa membuat bermacam pakaian besi.
وَلَقَدْ ءَاتَيْنَا دَاوُودَ مِنَّا فَضْلاً يَاجِبَالُ أَوِّبِي مَعَهُ وَالطَّيْرَ وَأَلَنَّا لَهُ الْحَدِيدَ {10}
أَنِ اعْمَلْ سَابِغَاتٍ وَقَدِّرْ فِي السَّرْدِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ {11}
“Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud kurnia dari Kami. (Kami berfirman): “Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertashbihlah berulang-ulang bersama Daud”, dan Kami telah melunakkan besi untuknya. (Yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah amalan yang shalih. Sesungguhnya Aku melihat apa yang kamu kerjakan”. [Saba` : 10-11].
2). Di dalam hadits ini, seorang muslim dianjurkan untuk bekerja dan berusaha.
3). Mencari nafkah tidak menghalangi seseorang untuk menuntut ilmu syar’i.
4). Mencari nafkah tidak menghalangi seorang da’i untuk menyampaikan dakwahnya.
َ عَنِ المِقْدَامِ بنِ مَعْدِيكَرِبَِ عَنْ النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم قَالَ:مَا اَكَلَ اَحَدٌطَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ اَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِْهِ, وَاِنَّ نَبِيَّّ اللهِ دَاوُدُ عَلَيْهِ السَّلامُ كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِْهِ.
Dari Miqdam bin Ma’dikariba Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam, ia berkata: “Tidaklah seseorang makan makanan yang lebih baik daripada hasil usahanya sendiri, sedang Nabi Daud Alaihissalam juga makan dari hasil usahanya sendiri”. [HR Bukhari, no. 2072]
Pelajaran dari hadits :
1). Bekerja atau berusaha jenis apapun asal jalan yang ditempuh halal, adalah baik dan terhormat.
2). Hidup dengan menggantungkan diri kepada orang lain adalah tercela.
3). Malas merupakan sifat yang tercela.
4). Makan dari hasil jerih payah sendiri adalah terhormat dan nikmat.
5). Para nabi dan rasul, mereka semua tidak meminta upah dari manusia, sebagaimana Allah sebutkan dalam ayat-ayat Al Qur`an
Hendaknya kita bersabar dalam segala hal.
Ada 3 jenis sabar :
a. Sabar dalam beribadah.
Sabar dalam berbuat baik, sabar dalam ketaatan kepada Allah SWT. Seperti sabar dalam sholat, tilawah Al-Qur’an, saum, dll.
b. Sabar dalam menghadapi maksiat.
Sabar dalam menghadapi peluang2 untuk berbuat maksiat. Seperti bagi pejabat sabar dalam menghadapi peluang korupsi, suami sabar sabar dalam menghadapi peluang untuk berbohong pd istri, istri sabar dalam menghadapi peluang tidak taat kepada suami, dll. Kita harus bersabar pada setiap hal yang menimbulkan peluang bermaksiat, apapun bentuknya misalkan kita sebagai pengguna jalan, kita sebagai anak, kita sebagai orang tua, dll. Sabar jenis ini adalah kita bersabar dalam menahan diri untuk tidak bermaksiat.
c. Sabar ketika Allah memberikan musibah.
Sabar ketika kita dihadapkan pada sesuatu yang buruk, yang tidak kita sukai. Ex: sabar ketika sakit, sabar ketika di PHK, sabar ketika anak nakal, dll.
Ada kisah yang diabadikan dalam hadits Nabi Muhammad SAW, tentang seorang perempuan yang bersabar dengan penyakit epilepsinya :
وعن عطاء بن أبي رباح قال قال لي ابن عباس رضي الله عنهما ألا أريك امرأة من أهل الجنة فقلت بلى قال هذه المرأة السوداء أتت النبي صلى الله عليه وسلم فقالت إني أصرع وإني أتكشف فادع الله تعالى لي قال إن شئت صبرت ولك الجنة وإن شئت دعوت الله تعالى أن يعافيك فقالت أصبر فقالت إني أتكشف فادع الله أن لا أتكشف فدعا لها متفق عليه
Dari Atha’ bin Abu Rabah berkata bahwa Ibnu Abbas RA pernah berkata kepadanya, “Maukah kamu aku tunjukkan seorang wanita penduduk surga?”
“Tentu.”
“Wanita hitam ini pernah datang menemui Rasulullah dan berkata, ‘Ya Rasulullah, aku menderita penyakit ayan (epilepsi). Aku khawatir auratku terbuka saat aku tidak sadar. Karena itu, berdoalah kepada Allah untukku (agar penyakitku sembuh).’
Rasulullah menjawab, ‘Jika kamu mau, bersabarlah, dan kamu akan mendapatkan surga. Jika kamu mau, aku akan berdoa kepada Allah agar kamu disembuhkan.’
(
Wanita ini menjawab, ‘Aku akan bersabar. Namun, aku takut kalau auratku terbuka saat aku tidak sadar. Karena itu, berdoalah untukku agar aku tidak membuka auratku.’ Maka, Rasulullah pun berdoa untuknya.” (Muttafaq ‘alaih)
MUKHTARUL AKHADITS
قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : اطفال امؤمنين فى جبل الجنة يكفلهم ابراهيم وسارة، حتى يردهم الى اباءهم يوم القيامة
Artinya :
Anak-anak kaum mukminin (yang meninggal) berada di bukit bukit surga, Nabi Ibrohim dan siti syaroh mengurus mereka sampai dikembalikan kepada bapak bapaknya di hari qiyamah.
(hadits riwayat Baihaqi dari Abu Hurairoh)
MAU'IDLOTUL HASANAH
Ustadz Robah :
Sayyidina Ali RA berkata :
الثواب بقدر التعب
Pahala sesuai kadar kelelahan dari usaha
Di pesantren, adalah hal biasa apabila seorang santri berjamaah di masjid, beribadah khusu dan tekun mencari ilmu. Kualitas "kesantriannya" justru akan terlihat ketika sudah berada ditengah-tengah masyarakat.
Semakin besar rintangan, semakin banyak godaannya,maka semakin besar pahala yang didapat.
USTADZ INAYATULLOH(kanan) KH SLAMET AZIS ZEIN(kiri)
Sikap yang harus dimiliki oleh seorang muslim diantaranya:
1). Mahabbatullah, yaitu cinta keoada Allah SWT
2). Khaufu min 'adzabillah, takut kepada adzab Allah.
3). Mengharapkan rahmat Allah SWT.
Dikisahkan seorang sahabat Nabi, dengan kecintaannya terhadap islam, beliau rela berkorban jiwa dan raganya. Sejatinya, beliau baru saja dinikahkan. Selayaknya pasangan pengantin baru, seharunya beliau menikmati kebahagiaan dengan pasangan. Dan memang, belaiu diizinkan oleh Nabi untuk tidak ikut berperang. Tetapi, ketika genderang perang uhud dinyalakan, semuanya ditinggalkan termasuk sang istri tercinta yang baru saja dinikahinya. Beliau adalah sahabat Hanzhalah RA.
Hanzhalah baru saja melangsungkan pernikahan. Saat mendengar gemuruh pertempuran, yang saat itu dia masih berada dalam pelukan istrinya, maka dia segera melepaskan pelukan istrinya dan langsung beranjak untuk berjihad. Saat sudah terjun kekancah pertempuran berhadapan dengan pasukan musyrikin, dia menyibak barisan hingga dapat berhadapan langsung dengan komandan pasukan musuh, Abu Sufyan bin Harb. Pada saat itu dia sudah dapat menundukan Abu Sufyan, namun hal itu diketahui oleh Syaddad bin Al-Aswad yang kemudian menikamnya hingga meninggal dunia sebagai syahid.
Tatkala perang usai dimana kaum muslimin menghimpun jasad para syuhada dan akan menguburkannya, mereka kehilangan usungan mayat Hanzhalah. Setelah mencari kesana kemari, mereka mendapatkannya di sebuah gundukan tanah yang masih menyisakan guyuran air disana.
Rasulullah shallallahu ’alaihi wassalam mengabarkan kepada para shahabatnya bahwa malaikat sedang memandikan jasadnya. Lalu beliau bersabda, "Tanyakan kepada keluarganya, ada apa dengan dirinya?"
Lalu mereka bertanya kepada istrinya, dan dikabarkan tentang keadaannya sedang junub saat berangkat perang. Dari kejadian ini Hanzhalah mendapatkan julukan Ghasilul Malaikat (Orang yang dimandikan malaikat). Sampai di sini kisah tersebut.
Ustadz Fathuri A.Mumthaza
Abul Aswad Ad-Duali merupakan orang yang merintis penulisan harokat Al quran. Beliau memiliki nama asli Dzalam bin Amru bin Sufyan bin Jandal bin Yu’mar bin Du’ali. Dia biasa dipanggil dengan nama kunyah (panggilan) Abul Aswad. Sementara Ad-Duali merupakan nisbat dari kabilahnya yang bernama Du'al dari Bani Kinanah. Abul Aswad Ad-Duali merupakan seorang Tabi'in, murid sekaligus shahabat Khalifah keempat, Ali Bin Abi Thalib. Ia ahir tahun 603 Masehi dan wafat pada 688 Masehi.
Dalam kitab mukhtashor jiddan, dikisahkan pada suatu malam hari Abu Aswad beserta putrinya berada di loteng rumahnya, sambil memandangi langit dan gugusan bintang yang bersinar tiba tiba anaknya berkata kepada Abu Aswad “yaa abati maa ihsanu as samaa’” yang artinya “wahai ayahku apa yang membuat langit indah?” kemudian Abu Aswad menjawab “yang membuat langit indah adalah gugusan bintangnya” mendengar jawaban ayahnya putrinya berkata “wahai ayahku aku tidak bermaksud bertanya kepadamu, aku hanya takjub akan keindahan langit” kemudian Abu Aswad berkata “kalau begitu katakanlah maa ahsana as samaa (alangkah indahnya langit), bukan maa ahasanu as samaa’”. keesokan harinya Abu Aswad pergi menemui Amiirul Mu’miniin Ali bin Abi Thalib RA dan menceritakan perihal putrinya semalam, mendengar cerita Abu Aswad, Sayyidina Ali berkata “hal ini terjadi disebabkan bercampurnya orang orang ‘ajam (non arab) dengan orang orang arab” (sehingga bahasa arab banyak tercampuri oleh bahasa ‘ajam, atau dialek ‘ajam) lalu Ali RA memerintahkan Abu Aswad untuk menuliskan kaidah kaidah bahasa arab pada lembaran yang didiktekan langsung oleh sayyidina Ali RA. Selama beberapa hari Sayyidina Ali mendiktekan pembagian kalam yang tiga yaitu isim, fi’il, dan huruf kepada Abu Aswad dan memerintahkan untuk melanjutkan penulisan dengan mengkiaskan atau memisalkan (nahwu) seperti yang didiktekan Sayyidina Ali RA. Akhirnya lembaran lembaran tersebut menjadi sebuah buku yang berisi kaidah kaidah bahasa arab yang kita kenal sekarang ini dengan nama Ilmu
Di dalam kitab al-ajurumiyah, bab I'rob dikatakan bahwa i'rob itu tebagi 4 :
1) Rofa'
2) Nashob
3)khofidl
4) jazm
Kemudian pada bab selanjutnya (babu ma'rifati alamatil i'rob) diterangkan mengenai tanda tanda rofa. Ada 4 tanda rofa, salah satunya adalah dommah. Dommah posisinya diatas (tinggi) philosofinya adalah derajat yang tinggi.
Pada bab "ma'rifatil asmai", dikatakan bahwa isim isim yang dirofakan itu ada 7, diantaranya adalah isim fail, dan mubtada khobar.
Jika dikaitkan dengan tanda rofa dengan dommah tadi, fa'il itu artinya yang mengerjakan. Seseorang yang bekerja (fail) tidak hanya menjadi objek (maful) maka dia akan mendapat kedudukan derajat yang tinggi.
Begitu juga Mubtada, yang memulai. Perintis dalam kebaikan itu akan selalu dikenang oleh penerusnya. Dia akan memiliki derajat yang tinggi sesuai dengan tanda dommahnya.
Semoga kita bisa memetik hikmah dari pelajaran ini.