Home

TAFSIR JALALAIN 1 Jumadil Akhir 1437 H/ 20 Maret 2016

Rangkuman pengajian Ahad pagi Majlis Taklim Tafsir Jalalain Tempat : musholla Al-Muhajirin, Puri Harmoni 1 Tgl          : 11 jumadil ak...

Selasa, 29 Agustus 2017

SUNNAH HAI-AT DIDALAM SHALAT (3)

LANJUTAN...
OLEH USTADZ FATHURY AHZA MUMTHAZA



Setelah minggu lalu membahas sunnah-sunnah haiat hingga ketujuh, maka minggu ini memasuki sunnah yang berikutnya:

Kedelapan, bertakbir setiap kali bangun dan menunduk,

Hadits riwayat Bukhari (752) dan Muslim (392), dari Abi Hurairoh ra., bahwa dia sholat bersama para sahabat, maka ia bertakbir setiap kali menunduk (merendah) atau mengangkat (bangun). Ketika selasai sholat ia berkata: Sesungguhnya saya sungguh membuat kamu menyamakan diri dengan sholat Rasulullah saw. Pengertian bangun dan menunduk adalah turun ketika ruku’ dan sujud, dan berdiri dari ruku’ atau sujud.(At-Tadzhib, h. 59)

Inilah takbir intiqal, atau takbir yang dibaca ketika pindah dari satu gerakan ke gerakan berikutnya. Ini dibaca oleh imam, makmum, maupun orang yang shalat sendirian. Dianjurkan untuk memanjangkan bacaannya hingga posisi sujud dan berdiri (Al-Iqna, juz 1, h. 322)


Kesembilan, mengucapkan: "سمع الله لمن حمده ربّنا لك الحمد" ,
Hadits riwayat al Bukhary (705) dan Muslim (390), dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Saya menayksikan Nabi saw. membuka sholat dengan takbir, beliau mengangkat dua belah tangan beliau ketika bertakbir, sampai menjadikan dua belah tangan tersebut setinggi dua bahu beliau. Apabila bertakbir untuk ruku’ juga melakukan seperti itu, ketika mengucapkan:  "سمع الله لمن حمده" juga berbuat begitu, sambil mengucapkan: "ربنا ولك الحمد" , dan beliau tidak mengangkat dua belah tangan belaiu ketika sujud dan ketika bangun dari sujud.Dianggap cukup jika membaca  سمع الله من حمده (AL-Iqna, juz 1, h. 322)

Kesepuluh, membaca tasbih dalam ruku’ dan sujud,

Hadits riwayat Muslim (772), dan lainnya, dari Hudzaifah ra. ia berkata: Saya sholat bersama Nabi saw. apad suatu malam …, lalu beliau ruku’, maka beliau mengucapkan:  "سبحان ربي العظيم .." lalu neliau sujud beliau mengucapkan:  "سبحان ربي الأعلى". .

Karena itulah, Imam Al-Ghazali menyebutkan, untuk membaca tasbih "Subhana rabiyal 'adzimi wa bihamdihi" sebanyak 3 kali atau jika sendirian ditambahkan (Ihya 'Ulumuddin, juz 2, h. 54). Imam Syafi'i menjelaskan bahwa bacaan tasbih ini diriwayatkan dari 'Utbah bin Mas'ud, dari Rasululullah , "Apabila kalian ruku', maka bacalah subhana rabbiyal 'adhimi tiga kali, maka sempurnalah ruku'nya dan itu paling pendeknya." (Al-Um, juz 1, h. 265).


Kesebelas, membaca Tasbih saat sujud.
Dalam Kasyifatus Saja, h. 55 disebutkan bahwa disunnahkan membaca tasbih saat sujud dengan kalimat سبحان ربي العظيم وبحمده

Hal ini didasarkan pada hadist riwayat ‘Utbah:
فقد وردت عن عتبة بن عامر أنه قال : لما نزلت ” فسبح باسم ربك العظيم
 ” قال صلى الله عليه وسلم : اجعلوها في ركوعكم ، ولم نزلت ” سبح اسم ربك الأعلى ” قال : اجعلوها في سجودكم

Meski demikian, sebetulnya lafadzh tasbih dalam sujud ada beberapa macam, di antaranya:

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي
Ini adalah sesuai hadist riwayat Bukhari. Atau boleh juga dengan:
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ذَنْبِي كُلَّهُ دِقَّهُ وَجِلَّهُ، وَأَوَّلَهُ وَآخِرَهُ، وَعَلاَنِيَتَهُ وَسِرَّهُ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ، وَبِعَفْوِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ، لاَ أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ

Ini adalah riwayat Muslim. Atau bisa juga ada riwayat lain:

سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ، رَبُّ الْمَلَائِكَةِ وَالرُّوحِ


Dan masih ada beberapa bacaan yang dibolehkan.
Yang jelas, ada larangan bahwa tidak dibolehkan untuk berdoa dengan bahasa ‘ajam atau selain Arab. Ini membatalkan shalat. Sementara jika di luar shalat, maka tidak menjadi masalah (Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab, juz 3, h. 300).



Keduabelas, meletakkan dua tangan di atas dua paha ketika duduk, membuka tangan kiri dan menggenggam tangan kanan kecuali jari telunjuk, oleh akrena akan untuk memberikan isyarat dengan telunjuk ketika membaca syahadat,

Hal ini didasarkan pada hadits riwayat Muslim (580), dari Ibnu Umar ra. - tentang tatacara duduknya Rasulullah saw. -  ia berkata: Beliau apabila duduk dalam sholat meletakkan telapak tangan kanan di atas paha beliau sebelah kanan, dan mengikatkan seluruh jari-jari beliau, serta memberikan isyarat menggunakan jari sesudah ibu jari (jari telunjuk), dan meletakkan telapak tangan beliau sebelah kiri di atas paha beliau sebelah kiri.

Ketigabelas, duduk iftiros untuk semua jenis duduk, dan tawarruk ketika duduk akhir.

Hal ini berdasarkan hadits riwayat al Bukhary (794), dari Abi Humaid as Sa’idy ra. ia berkata: Saya adalah orang yang paling hafal di antara kamu terhadap sholat Rasulullah saw….., di dalamnya: Apabila beliau duduk pada dua roka’at, maka beliau dudk di atas kaki kiri, dan menegakkan kaki kanan. (Inilah posisi duduk iftiros). Apabila duduk pada roka’at akhir, beliau menyelipkan kaki kiri beliau (di bawah kaki kanan) dan menegakkan kaki kanan, dan beliau duduk di tempat duduk (lantai). Ini yang disebut duduk tawarruk.

Menurut riwayat Muslim (579) dari Abdullah ibnuz Zubair ra.: Rasulullah saw. apabila duduk dalam sholat beliau meletakkan kaki kiri di antara paha  dan betis beliau, dan duduk di atas kaki kiri

Di sini ada posisi duduk yang tidak diperbolehkan, yaitu duduk Iq’a, yaitu duduknya anjing atau binatang buas. Diriwayatkan bahwa Sesungguhnya dilarang untuk duduk mendekur (iq’a) dalam shalat seperti iq’anya anjing (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah, Bidayatul Mujtahid, juz 1, h. 311)


Tetapi memang iq’a ini sebetulnya tidak tunggal posisi duduknya, sehingga ada posisi yang dibolehkan, ada yang tidak. Yang tidak adalah seperti duduknya anjing, di mana duduk dengan pantat menempel semua di lantai, sementara dua pahanya diangkat.

Sementara itu, ada satu posisi lain yang juga disebut iq’a, yaitu duduk di atas dua tumit di antara dua sujud dan duduk di atas telapak kaki. Ini adalah pendirian Imam Malik berdasarkan riwayat Ibnu Umar, yang mengatakan ia melakukan itu karena sakit. Sedangkan Ibnu Abbas mengatakan posisi ini adalah posisi duduk Nabi, menurut satu riwayat. (Bidayatul Mujtahid, juz 1, h. 312)

BERSAMBUNG...

Tidak ada komentar: